BAB III
PEMBAHASAN STUSI KASUS
3.1   Pedestrian di Kota Surabaya
1.      Krakteristik Kota Surabaya
Kota Surabaya merupakan ibukota propinsi Jawa Timur, dimana kota ini merupakan pusat aktivitas dari masyarakat baik berupa pendidikan, perdagangan dan jasa, perkantoran, pemerintahan, wisata dan industri. Wilayah administrasi kota Surabaya memiliki luas   33.048 Ha atau 33,04 Km² yang dibagi dalam 31 (tiga puluh satu) Kecamatan dan 163 (seratus enam puluh tiga) Kelurahan. Kota Surabaya memiliki keadaan geografis pada 07021’ Lintang Selatan dan 112036’ sampai dengan 112054’ Bujur Timur, dengan batas-batas wilayahnya dapat digambarkan sebagai berikut :
l Batas wilayah Utara                        :           Selat Madura
l Batas wilayah Selatan         :           Kabupaten Sidoarjo
l Batas wilayah Barat            :           Kabupaten Gresik
l Batas wilayah Timur           :           Selat Madura
            Keadaan topografi kota Surabaya berada pada daratan rendah dengan ketinggian antara 3-6 m di atas permukaan laut. Kota Surabaya memiliki kawasan bawahan yang memiliki potensi untuk memperkecil atau melindungi kawasan lain dari bencana seperti tanah longsor maupun bahaya banjir melalui peresapan air ke dalam tanah yang dapat meningkatkan volume air tanah untuk melindungi ekosistem pada kawasan tersebut.
            Kondisi geografis Kota Surabaya merupakan wilayah yang tahan gempa bumi, karena kondisi tanahnya yang bersifat aluvial. Kondisi tanah ini mengakibatkan terjadinya amplifikasi sehingga kemungkinan terburuk dari terjadinya gempa ini dapat menyebabkan kerusakan bangunan yang ada di Kota Surabaya..
            Kondisi iklim Kota Surabaya memiliki curah hujan rata-rata 1.900mm per tahun, dengan musim hujan selama 100 hari atau dapat dikatakan Kota Surabaya memiliki iklim tropis yang lebih lama. Seperti karakteristik iklim tropis pada umumnya, temperatur tiap bulannya tidak mengalami fluktuasi yang besar, dengan nilai diurnal 12.5oC. Nilai yang kecil bila dibandingkan dengan di iklim yang lain. Kelembaban dalam satu tahun tidak jauh beda dengan temperatur, yaitu rata, tidak mengalami fluktuasi yang berarti. Hal ini terutama dilihat dari kelembaban rata-rata tiap bulan dalam satu tahun. Rata-rata kelembaban tertinggi adalah di bulan maret, yaitu 83%, sedangkan rata-rata kelembaban terendah yaitu 73.3%.
2.      Pembangunan Pedestrian Kota Surabaya
Pedestrian adalah orang yang melakukan travelling atau bepergian dengan menggunakan berjalan kaki atau berlari yang melakukan di sebut pejalan kaki. Trotoar merupakan jalan bagi para pedestrian melakukan aktifitanya untuk berjalan kaki. Fungsi dari jalur berjalan kaki antara lain (Irwan Prasetio) :
a. Menjaga kesalamatan dan keleluasaan pejalan kaki, sebaiknya dipisahkan secara fisik dari jalur lalu lintas kendaraan.
b. Mencapai tujuannya ingin menggunakan lintasan sedekat mungkin, dengan nyaman, lancar dan aman dari gangguan.
c. Pertemuan antara jenis Jalur Pejalan Kaki yang menjadi satu kesatuan harus dibuat sedemikian rupa sehingga memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pejalan kaki.
faktor ruang ideal bagi pejalan kaki yang harus dipenuhi (Irwan Prasetio) :
a.    Jalur pedestrian minimal mempunyai lebar 1,2 meter lebih lebar lebih baik.
b.   Jalur pedestrian yang baik mempunyai elemen vegetasi peneduh misal tanaman dan pohon.
c.    Jalur pedestrian harusnya mempunyai penerangan yang cukup dimalam hari.
d.   Jalur pedestrian juga sebaiknya terdapat jalur khusus bagi penyandang cacat.
e.    Jalur pedestrian hendaknya dilengkapi elemen pendukung agar tampak bersih seperti bak sampah dsb.
f.    Jalur pedestrian juga harus bebas dari berbagai tiang iklan, pedagang kaki lima, tempat parkir kendaraan dsb.
g.   Jalur pedestrian penting juga mempunyai pos-pos pemberhentian angkutan umum di titik yang strategis.
h.   Dan yang paling penting jalur pedestrian harus aman, nyaman, bersih dan tertib.
Pedestrian di Negara Indonesia saat ini sangat marak-maraknya dalam pembangunan. Ini dikarenakan kemacetan yang melanda di Kota-kota yang ada Negara Indonesia. Seperti contohnya di kota Surabaya, saat ini Kota Surabanya sangat gencar dalam membangun pedestrian guna untuk meningkatkan mobilitas para pejalan kaki yang sudah bosan dengan transportasi yang macet di Kota Surabaya.
Pelaksanaan rencana pedestrian Kota Surabaya dilakukan sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2010. Pada tahun 2006 rencana pembangunan jalur pedestrian berada di sepanjang koridor timur Jl. Basuki Rahmat yang terdapat di Kelurahan Embongkaliasin, serta koridor sebelah barat yaitu di Kelurahan Kedungdoro dan Tegalsari.
Tahun 2007 terdapat penambahan sebagian kecil jalur pedestrian di Jl. Basuki Rahmat pada koridor jalan sebelah timur kemudian pembangunan jalur pedestrian di koridor timur dan barat Jl. Tunjungan, sebagian Jl. Raya Darmo di koridor barat yang terdapat di Kelurahan Embongkaliasin dan Jl. Prof. Dr. Mustopo di koridor selatan dan Jl. Karangasem yang terdapat di daerah Kelurahan Gubeng dan Mojo. Pelaksanaan rencana pedestrian tahun 2008 berada di koridor Jl. Raya Darmo yang dimana pada sebelah barat terdapat pada Kelurahan Tegalsari yang menyambung jalur pedestrian sebelumnya dimana pada sebelumnya tahap pelaksanaannya sudah dikerjakan pada tahun 2006 dan pada koridor timur pelaksanaan rencana pedestrian berada di Kelurahan Embongkaliasin, penambahan pedestrian juga terdapat perpanjangan Jl. Tunjungan sampai sebagian kecil koridor barat Jl. Raya Darmo.
Penambahan pedestrian pada tahun 2008 juga direncanakan di sebagian kecil koridor sebelah barat Jl. Gedunggrodo yang terdapat pada Kelurahan Sawahan dan jalan sekitar daerah tunjungan yang terdapat di Kelurahan Kedungdoro serta Jl. Demak. Pada tahun 2009 tahap pelaksanaan pedestrian berada di koridor timur Jl. Raya Darmo dan adanya penambahan atau penyembungan jalur pedestrian pada Jl. Raya Darmo koridor timur , dimana jalu Raya Darmo sudah sudah direncanakan dan dilaksanakan pada tahun 2008. Adanya penambahan atau penyambungan jalur pedestrian pada Koridor Jl. Tunjunganan sampai dengan sekitar stasiun gubeng. Tahap pelaksanaan pedestrian pada tahun yang sama juga direncanakan di Jl. Kapasan Yang berada di Krembang Utara dan Krembang Selatan. Pada tahun ini juga terdapat penambahan jalur pedestrian di Koridor Utara Jl. Prof. Dr.Mustopo.
Pada tahun 2010 rencana pelaksanaan pedestrian berada di koridor Jl. Mayjen Sungkono, Jl. Mayar Kertoarjo Raya, koridor Jl. Karangasem bagian koridor barat dan penambahanjalur pedestrian pada jalan yang sama di sebelah koridor timur dimana pedestrian sebelumnya tahap pelaksanaannya dilakukan pada tahun 2009, rencana pembuatan jalur pedestrian Jl. Bubutan dan perpanjangan pedestrian Jl. Tunjungan yang menuju ke arah Krembang Selatan serta adanya pembuatan jalur pedestrian di sekitar Tugu Pahlawan yang menghubungkan Jl. Bubutan dan Jl. Tunjungan. Penambahan jalur pedestrian juag terdapat di Jl. Kapasan pada koridor bangian selatan dimana pedestrian sebelumnya di laksanakan pada tahun 2009. Tahap pelaksanaan jalur pedestrian tahun 2010 juga dilaksanakan di koridor Jl. Kusumabangsa dan adanya penambahan pedestrian pada Jl. Prof. Dr Mustopo koridor selatan di mana pedestrian sebelumnya telah direncanakan pada tahun 2009. Penambahan jalur pedestrian juga berada sebagian di Jl. Raya Ngidem.
Selain itu pada tahun 2011 Pemerintah Kota Surabaya merencanakan pembangunan empat jalur pedestrian yang baru. Pata tahun 2011 ini pembangunan ini untuk memanjakan pejalan kaki . pembangunan pedestrian di bangun di jalan kayun, Kebun Binatang Surabaya, Frontage Road margorejo dan jalan Kaputran. Selain itu pada tahun 2011 akan diadakan pembangunan lanjutan yang dilakukan di jalan Pahlawan dan jalan Taman Surya- Ambengan karena jalur pedestrian ini sangat penting untuk pejalan kaki. (Badan Perencanaan Pembangunan Kota)
Karena oleh sebab itu pembangunan dilakukan setiap tahun untuk warga Kota Surabaya semakin nyaman berjalan kaki untuk menjalankan aktivitasnya. Sementara itu jalur pedestrian telah tersedia di sejumlah ruas jalan di antaranya di Jalan Basuki Rahmat, Jalan Tunjungan, Jalan Blauran, Jalan Gubernur Suryo, dan Jalan Rajawali.Selain itu,jalur pedestrian telah dibangun pula di Jalan Darmo, Jalan Panglima Sudirman, Jalan Sumatera, serta beberapa ruas jalan lainnya yang telah di jelaskan dalam paragraph yang ada di atas dalam pelaksanaan perencanaan pedestrian Kota Surabaya.
Pembangunan pedestrian pada tahun 2006 telah membangun jalan pedestrian sebanyak 8.594,5 meper persegi jalur pedestrian. Tahun 2007 telah membangun jalan pedestrian sepanjang 8.533 meter persegi jalan pedestrian. Pada tahun 2008 sebanyak 260493 meter persegi. Pada tahun 2009 telah membangun jalur pedestrian dengan panjang sebanyak 12.738,49 meter persegi jalur pedestrian. Dan pada tahun 2010 telah membangun jalan pedestrian sepanjang 38.166 meter persegi jalur pedestrian (Badan Pembangunan Kota). Jalur pedestrian ini di bangun dengan rata-rata memiliki lebar 2-5 meter.
            Selain pembangunan jalan pedestrian, pemerintah Surabaya juga merencanakan untuk membangun jalan yang di peruntukkan bagi pengguna speda pancal. Jalan ini juga bisa di buat bagi para pejalan kaki. Pembangunan proyek ini akan direalisasikan untuk tahun 2012. Pemkot Surabaya akan merealisasikan jalur-jalur sepeda di sejumlah jalan protokol. Tidak hanya itu, Pemkot Surabaya juga membangun sistem park and ride berbasis angkutan massal KA dan bus rapid transit untuk pengguna sepeda di Surabaya. Tri Rismaharini Walikota Surabaya dalam diskusi tentang Menguak Masalah Sosio Kultural Transportasi Surabaya di Fisip Unair mengatakan jalur sepeda ini akan dibangun untuk menfasilitasi perjalanan jangka pendek bagi pengguna kendaraan tidak bermotor dan pejalan kaki. Selain menjadi solusi potensi kemacetan total kota ini pada 2018, sepeda adalah angkutan yang murah, sehat, dan ramah lingkungan.
Jalur sepeda di Surabaya nantinya akan dibangun terintegrasi pada jalur pedestrian yang kini sudah ada dengan lebar yang mencukupi. Jaringannya bakal menghubungkan pusat-pusat kegiatan masyarakat di tengah kota, semisal pusat perbelanjaan dan sekolah. Adapun jalur sepeda yang dibuat nanti meliputi : Jalan Basuki Rahmat, Yos sudarso, Panglima Sudirman, Pemuda, Gubernur Suryo, Wijaya Kusuma, Ambengan, dan Kusuma Bangsa. Pemkot Surabaya juga akan memfasilitasi pengguna sepeda di luar jalur itu dengan menyediakan park and ride. Konsepnya, sepeda bisa dititipkan di terminal maupun sub terminal BRT atau ikut dibawa dengan gerbong KA komuter. Dengan konsep ini, masyarakat pengguna sepeda yang akhir-akhir ini makin banyak jumlahnya.
Guna meningkatkan layanan pada pengguna jalan terutama pejalan kaki dan pengguna sepeda, Pemkot Surabaya berencana memberikan fasilitas khusus pejalan kaki dan pengendara sepeda. Fasilitas yang disediakan berupa jalur khusus pejalan kaki/ walkway. Pemberian fasilitas khusus bagi pengguna jalan non kendaraan bermotor ini merupakan salah satu bentuk kepedulian Pemkot Surabaya terhadap para pengguna fasilitas transportasi. Hal ini sesuai dengan prinsip transportasi publik, bahwa sebuah fasilitas transportasi publik harus bisa digunakan oleh semua lapisan masyarakat.  Baik itu orang tua, muda, anak-anak, bahkan para penyandang cacat sekalipun.
Sebenarnya program Pemkot Surabaya membangun fasilitas jalur khusus pejalan kaki/pedestrian sudah dimulai secara serius pada tahun 2006. Pengembangan jalur khusus pejalan kaki /pedestrian di Surabaya dari tahun ke tahun mengalami perbaikan fisik sehingga kekurangan-kekurangan yang ada pada tahun sebelumnya tidak terjadi lagi. Pembangunan jalur pedestrian akan dikonsentrasikan di koridor jalan yang ada diwilayah Surabaya Tengah-Utara. Pembangunan ini dilakukan di beberapa ruas jalan protokol antara lain di Jl. Veteran, Jl. Jembatan Merah, Jl. Kusuma Bangsa, Jl Mayjen Sungkono, dan sebagainya. Pembangunan jalur pedestrian tahun 2010 telah disesuaikan dengan kebutuhan para pengguna jalan. Kemiringan jalur masuk persil/ ramp dibuat lebih landai, tutup manhole dibuat dari besi tuang sehingga tidak mudah dicuri. Selain itu pada jalur pedestrian yang baru juga dipasang fasilitas jalur khusus penyandang cacat. Konsep baru pembangunan jalur pedestrian di Surabaya mengusung aspek keamanan dan koneksitas.  Hal ini bisa dilihat pada beebrapa fasilitas penyebrangan zebra cross yang ditinggikan elevasinya dari permukaan jalan utama. Sedemikian hingga permukaan jalur zebra cross sejajar dengan muka jalur pedestrian. Peninggian elevasi ini dimaksudkan agar kendaraan yang melewati jalur ini akan memperlambat lajunya, sehingga penyeberang jalan menjadi lebih aman. Jalur pedestrian yang baru juga didesain untuk mempermudah para pejalan kaki yang akan menggunakan moda angkutan umum/massal. Sebab jalur pedestrian yang baru akan dilengkapi dengan fasilitas moda interchange seperti halte. Dengan kata lain pembangunan jalur khusus pejalan kaki/pedestrian ini juga menunjang pengembangan angkutan umum di Surabaya. Perbaikan jalur pedestrian dengan mempertimbangkan aspek keamanan dan koneksitas sebenarnya sudah mulai dilakukan pada tahun 2008 -2009 , pada tahun 2010 ini pembangunan jalur pedestrian lebih ditekankan kepada pembangunan jalur baru  dibeberapa ruas jalan utama di Surabaya
3.      Masalah yang ada di Jalur Pedestrian di Kota Surabaya
            Permaasalahan yang ada di jalan pedestrian di kota Surabaya sangatlah banyak sekali. Diantara permasalahannya adalah banyak pedagang kaki lima atau PKL yang memenuhi jalan pedestrian. Selain itu juga banyak pengendara speda motor yang melewati jalan pedestrian. Perkerasan pedestrian yang rusak banyak jalan yang berlubang. Masalah masalah ini sangatlah mengganggu para masyarakat yang melakukan perjalanan kaki dengan menggunakan jalur pedestrian. Seharusnyapedestrian merupakan jalan yang nyaman bagi para pejalan kaki. Dengan adanya masalah masalah yang ada ini masyarakat sangat merasa tidak nyaman untuk melakukan perjalanan kaki di jalur pedestrian. Masalah masalah di atas akan di bahas lebih detail dengan paragraph di bawah ini
1.      Masalah perkerasan jalur pedestrian yang rusak dan berlubang.
Kerusakan pedestrian di kota Surabaya sangatlah banyak, diantaranya adalah di jalan Gubernur Suryo Surabaya. Kerusakan pedestrian di jalan-jalan protokol pusat kota kian parah. Lantai pedestriannya banyak yang terkelupas. Sementara tutup saluran air di area pedestrian juga semakin banyak yang ambles. Hal itu seperti yang terjadi di Jl. Basuki Rachmad, Gubenrur Suryo, Jl. Pemuda, jl. Panglima Sudriman, Jl Urip Sumoharjo, Jl. Raya Darmo, Jl. Raya Gubeng, Jl. Tunjungan, Praban dan lainnya."Beberapa tegel atau keramik di atas pedestrian ada yang pecah dan mengelupas.
Pencuruan tutup saluran Pedestrian ini juga mengganggu masyarakat yang menggunakan jalur pedestrian untuk berjalan kaki. Selama 2011 sudah ada sekitar 300 tutup saluran yang ada di jalur pedestrian yang terbuat dari besi telah di curi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Harga dari per satuan tutup saluran itu  mencapai 1,4 juta rupiah. Hal ini sangatlah berbahaya, tutup yang hilang haruslah diganti dengan cepat karena apa bila tidak dig anti maka apa bila para pengguna jalur pedestrian yang tidak tau pasti akan terperosok kedalam lubang tersebut.
Sedangkan soal kerusakan pedestrian di jalan-jalan protokol pusat kota, menurut Pemkot kota Surabaya kerusakan ini masih dalam taraf skala masih kecil. Hasil penelusurannya, kerusakan walking hanya mencapai 200 scale persegi dari ribuan luas pedestrian Kota Surabaya. Biaya perbaikannya juga tidak terlalu besar, karena hanya membutuhkan biaya sekitar Rp 50 juta. Kerusakan pedestrian sekitar 200 scale persegi masih tergolong wajar karena usia pedestrian sudah ada yang tiga tahun, empat tahun dan lima tahun. Kerusakan yang terjadi sebagaian besar lokasinya di pintu masuk perkantoran, hotel, taman kota dan depan rumah warga, karena tergilas kendaraan yang keluar-masuk di pintu masuk itu.
Selain itu, ada pedestrian yang dipakai lintasan sepeda motor saat jalanan sedang macet. Seperti yang terjadi di depan hotel Elmi Jl. Panglima Sudirman, di dekat taman Apsari depan gedungGrahadi. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya menilai banyak proyek pedestrian di Surabaya yang tidak sesuai dengan kontraknya. Artinya, pesanan proyek pedestrian tidak sama dengan ketentuan yang di berikan Pemkot. Selain itu, pembangunan pedestrian ternyata tidak seluruhnya berkualitas. Sehingga usai garansi enam bulan dari kontraktor, kondisi pedestrian mengenaskan karena banyak keramiknya pecah dan ada pula yang ambles. Proyek dengan panjang jalan 350 meter, lebar 3,5 meter senilai Rp1,6 miliar, cukup kacau. Usai memasang box culvert, di atasnya langsung ditutup dengan tanah liat termasuk kanan kiri dari saluran air," ungkapnya. Selain itu, box culvert yang dipasang juga tidak bisa rapat sehingga pasir maupun tanah liat bisa masuk ke dalam saluran air. Bila tidak ada koreksi dari kontraktor atau Pemkot saluran air di sana akan cepat penuh dengan lumpur dan bisa menyebabkan banjir. Kontraktor pelaksana yang tidak mengerjakan pekerjaan sesuai kontrak dari Pemkot Surabaya, mungkin kualitasnya perlu dipertanyakan. Sebab, hal ini tidak saja merugikan rakyat tapi juga Negara. Nilai proyek yang seharusnya bisa untuk menjaga kualitas bangunan (life time) sampai 3 tahunan, mungkin akan terpangkas hanya bertahan 1 tahun. Artinya, dalam kurun waktu setahun pedestrian itu sudah rusak.
2.      Pembangunan Pedestrian Membuat Macet
Pembangunan jalur pedestrian juga ada yang membuat macet jalan. Pembangunan jalan pedestrian yang membuat macet adalah jalan pejalan kaki yang berada di kawasan JL Veteran. Pedestrian ini mengakibatkan jalan yang di gunakan oleh pengendara motor atau penggendara mobil menjadi sempit. Selain di JL veteran ada juga pedestrian yang serupa yaitu di Jl Rajawali yang lebarnya dua kali lipat dari JL Veteran.
Pembangunan jalur pedestrian yang ada di JL Veteran hamper selesai, tapi bukan bukanya menjadi solusi untuk pejalan kaki, pedestrian ini dimanfaatkan sarana ‘halte’ untuk pengguna angkutan umum. Keberadaan pedestrian ini malah semakin membuatnya nyaman menunggu bemo bahkan bus kota. Terlebih, pedestrian ini memiliki lebar 3 meter. Perasaan ‘nyaman’ juga dirasakan puluhan bahkan ratusan penumpang bemo yang menunggu di atas pedestrian yang seharunya digunakan untuk pejalan kaki itu. Sebelum ada pedestrian, kawasan ini memang dikenal rawan macet. Kendaraan dengan berbagai ukuran melewati jalan ini dari arah Jl Rajawali dan Kembang Jepun. Usai melintas di Jembatan Merah, kendaraan dari arah Kembang Jepun harus ekstra hati-hati lantaran kondisi jalan yang curam ditambah dengan banyaknya bemo yang ngetem di sisi pedestrian. Padahal, tepat di atas pedestrian berdiri beberapa rambu lalu lintas bertanda ‘P’ silang dan ‘S’ silang yang berarti semua kendaraan dilarang parkir dan berhenti. Sayangnya, rambu tersebut lebih tepat disebut sebagai hiasan jalan raya saja. Pasalnya, pelanggaran lalu lintas di sana sudah menjadi pemadangan yang umum. Kemacetan pun semakin menjadi sejak adanya pedestrian.
3.      Jalur Pedestrian Masih Di Pakai Untuk Berjualan Pedagang Kaki Lima (PKL) dan untuk parkir.
Jalur pedestrian yang ada di Negara Indonesia sebagian besar di manfaatkan oleh pedagang kaki lima untuk berjualan. Ini merupakan masalah klasik yang di hadapi oleh Negara kita, terutama di Kota Surabaya. Setiap kali PKL di gusur, beberapa hari kemudian mereka kembali berjualan. Bahkan seringkali jumlahnya lebih banyak daripada semula. Ibaratnya, mati satu tumbuh serib. Untuk itu, menjadi tak heran dengan semakin menjamurnya PKL di kota Metropolis ini membuat jumlah PKL yang ada membengkak. Data resmi yang ada di dinas koperasi dan sektor informal pemkot menyebut angka 18.823 PKL. Mereka tersebar 600 titik yang ada di 31 kecamatan. Dari 31 kecamatan itu, kecamatan Tegalsari menempati peringkat pertama dengan 3.208 PKL, disusul Wonokromo 1.357 PKL, dan Genteng 1.104 PKL. Dari 18.823 PKL itu, 40 persen warga Surabaya. Sementara 60 persen sisanya berasal dari luar kota seperti, Madura, Lamongan, Malang, Bojonegoro, Mojokerto, Sidoarjo, dan daerah lainnya. Tetapi menurut Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI), jumlah PKL di Surabaya mencapai 56.000. Dengan menempati lahan kosong dan tak bertuan di setiap sudut kota yang dianggap ramai – seperti trotoar, badan jalan, lapangan, dan emper toko/ruko serta bangunan yang belum jadi, belasan ribu PKL ini seringkali dianggap sebagai muka bopeng sebuah kota. Terlebih untuk Surabaya yang terus bersolek sebagai kota kedua terbesar di Indonesia dan ikon wilayah Indonesia bagian timur. Makanya tak heran jika dalam setengah tahun terakhir, pemkot membuat program pedestrian yang dipadukan dengan trotoarisasi. Tujuannya menata kembali ruas jalan yang ada di kota agar terlihat lebih estetis, memberikan kenyamanan bagi para pejalan kaki, dan menambah ruang terbuka hijau (RTH) di sepanjang jalan. Diluar tujuan mulia tersebut, banyak kalangan menyebut, program pedestrian-trotoarisasi adalah cara halus untuk mengusir PKL yang biasa mangkal di trotoar dan badan jalan.
Bahkan parahnya lagi ketika digunakan sebagai lahan parkir. Ketika seperti itu, maka pejalan kaki yang berhak di sana harus mengalah. Seperti yang terlihat di kawasan Arjuna, Gubeng, Darmawangsa, dan Kertajaya. Di sana meski sudah ada tanda plang (papan) dilarang parkir, masih ada saja kendaraan yang parkir. Semua itu terjadi tidak lain karena tidak adanya keseimbangan dan kesadaran tanggung jawab dari sebagian masyarakat Surabaya dalam usaha memajukan kotanya. Semunya masih egois.
Salah satu cara untuk mencegah dari penyalah gunaan jalur pedestrian yang digunakan untuk berjualan para PKL dan sebagai tempat parkir di antranya adalah:
Pertama, perlunya penataan kembali terhadap bangunan dan gedung yang tidak dilengkapi fasilitas parkir. Karena, sayang meski ruas jalan dilengkapi jalur pedestrian, jika bangunan dan gedung yang ada tidak ada fasilitas parkir. Seperti halnya di Pengadilan Negeri Surabaya di Jalan Arjuna. Akibat dilarang parkir di halaman gedung, pengunjung memarkir kendaraannya di jalur pedestrian.
Kedua, tindakan tegas Dishub. Dishub Surabaya harus bertindak tegas terhadap mereka yang sudah mengambil hak pejalan kaki. Hal ini bisa dengan sering-sering menggelar operasi dengan melibatkan mereka yang berwajib menindak bagi yang melanggar, yaitu kepolisian. Bagi mereka yang ketahuan melanggar bisa ditindak tegas dengan sanksi, mulai dari peringatan tertulis sampai penilangan. Meskipun demikian hal ini juga diperlukan tersedianya sarana dan prasarana, semisal tim penertiban, mobil operasinal, mobil derek dan lainya. Karena jika sarana dan prasana tidak lengkap, maka sebuah solusi akan tinggal wacana belaka.
Ketiga, penempatan tiang agar jalur pedestrian tidak dijamah tangan-tangan tak bertanggung jawab. Cara yang ketiga ini bisa menjadi cara alternatif ketika ketersediaan sarana dan prasana penertiban cara yang kedua di atas minim.
4.      Model Bangkitan Dan Tarikan
Model bangkitan merupakan salah satu dari 4 model yang digunakan untuk moda transportasi. Model ini berkaitan dengan asal dan tujuan perjalanan, yang berarti menghiting yang masuk dan yang keluar dari suatu zona atau kawasan. Tujuan pergerakan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pergerakan dengan tujuan bekerja dan pergerakan dengan tujuan pendidikan, kedua tujuan ini disebut sebagai tujuan pergerakan utama yang merupaka keharusan untuk dilakukan oleh setiap orang setiap harinya. Sedangkan tujuan dari pergerakan lain sifatnya hanya pilihan dan tidak rutin dilakukan.
Model bangkitan dan tarikan memiliki beberapa definisi dasar, diantaranya ialah pergerakan berbasis rumah. Pergerakan berbasis rumah merupakan pergerakan yang salah satu atau kedua zona (asal dan atau tujuan) pergerakan tersebut adalah rumah. Definisi yang kedua ialah pergerakan berbasis bukan rumah. Pergerakan ini baik asal maupun tujuan pergerakan adalah bukan rumah. Sedangkan definisi yang ketiga ialah bangkitan pergerakan, bangkitan pergerakan ini digunakan untuk suatu pergerakan berbasis rumah yang mempunyai tempat asal dan atau tujuan adalah rumah atau pergerakan yang dibangkitkan oleh pergerakan berbasis bukan rumah. Adapula definisi dasar yang terakhir, yaitu tarikan pergerakan. Tarikan pergerakan digunakan untuk suatu pergerakan berbasis rumah yang mempunyai tempat tempat asal dan atau tujuan bukan rumah atau pergerakan yang tertarik oleh pergerakan bukan rumah.
Dalam model bangkitan dan tarikan di Jalur pedestrian di Kota Surabaya yang perlu diperhatikan yakni maksud perjalanan, guna lahan Jalur Pedestrian Di kota Surabaya, Jarak dari pusat keramaian, serta waktu yang harus ditempuh dari dan menuju ke tempat tujuan.
a)      Maksud Tujuan
Maksud perjalanan yang dilakukan oleh para pengguna jalur pedestrian di Kota Surabaya adalah untuk melakukan pergerakan berupa perki ke kantor, pergi ke mall atau pun pergi untuk bersekolah. Dimana masyarakat kota Surabaya banyak yang menggunakan pedestrian untuk sarana pergi ke daerah kantor ataupun mall.
b)      Guna Lahan Di Tempat Asal
Penggunalahanan pada Kota Surabaya yang berapa di sekitar jalur pedestrian adalah guna lahan berupa perkantoran, sekolahan, restoran, toko, dan mall. Hal ini mengundang banyak para pejalan kaki yang ingin menggunakan jalur pedestrian.
c)      Jarak Dari Pusat Keramaian
Pembangunan jalur pedestrian di kota Surabaya ini pembangunannya berada di pusat keramain kota. Seperti halnya jalur pedestrian di jalan Basuki Rahmat Surabaya. Jalur pedestrian ini berada di pusat keramaian dimana ada beberapa toko, restoran, dan Mall. Jalur ini merupakan jalur yang banyak digunakan masayarakat untuk berjalan kaki di pusat keramaian.
5.      Model Persebaran Pergerakan
Model persebaran pergerakan merupakan permodelan yang memperlihatkan jumlah perjalanan atau yang bermula dari suatu zona asal yang menyebar ke banyak zona tujuan atau sebaliknya jumlah perjalanan/yang datang mengumpul ke suatu zona tujuan yang tadinya berasal dari sejumlah zona asal. Tujuan utama dari adanya model persebaran pergerakan ialah mendistribusikan atau mengalokasikan jumlah perjalanan yang berasal dari setiap zona dan diantara seluruh zona tujuan yang memungkinkan.
      Dari model persebaran pergerakan ini dikaitkan dengan jalur pedestrian di Kota Surabaya, maka akan didapatkan persebaran pergerakan yang mengarah pada pusat pembelanjaan yang berada di sekitar jalur pedestrian di Kota Surabaya. Selain persebaran pergerakan di tempat pembelanjaan pedestrian di Kota Surabaya jugamengaran di daerah perkantoran dan restaurant yang ada di samping jalan pedestrian.
6.      Model Pemilihan Moda
Tujuan dari model pemilihan moda adalah untuk mengetahui proporsi perjalanan ke berbagai moda transportasi. Fartor yang mempengaruhi pemilihan moda ini adalah ciri pengguna jalan, ciri pergerakan, ciri fasilitas moda transportasi, dan ciri kota atau zona. Untuk pemilihan moda masyarakat Surabaya masih banyak yang menggunaka moda transportasi berupa mobil ataupun speda motor di banding dengan menggunakan moda berjalan kaki untuk mencapai tujuan yang di inginkan. Tapi masih banyak juga masyarakat Surabaya yang memilih berjalan kaki. Pemilihan moda mobil atau speda motor ini dikarenakan jalur pedestrian di Kota Surabaya masih sangat memprihatinkan. Dimana jalur pedestrian banyak yang rusak, banyak pengendara yang parkir di jalur pedestrian, angkutan umum berupa bus ataupun angkot masih ngetem di samping pedestrian, ada juga speda motor yang melewati jalan pedestrian dikarenakan kemacetan sehingga para pengguna speda motor naik ke pedestrian untuk menghindari macet dan para pedagang kaki lima yang berjualan dengan semrawut atau tidak teratur di jalur pejalan kaki. Ini mengakibatkan para pengguna jalur pedestrian merasa terganggu dengan masalah masalah yang ada di jalur pedestrian. Padahal tujuan di bangunnya pedestrian ini untuk memberikan kenyamanan bari para pejalan kaki.
7.      Model Pemilihan Rute
Model pemilihan rute dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor pertimbangan yang didasari pengamatan bahwa tidak setiap pengendara dari zona asal yang menuju ke zona tujuan akan memilih rute yang persis sama, khususnya di daerah perkotaan. Hal ini disebabkan oleh adanya :
a)      Perbedaan persepsi tentang apa yang diartikan dengan biaya perjalanan karena adanya perbedaan kepentingan atau informasi yang tidak jelas dan tidak tepat mengenai kondisi lalu lintas pada saat ini;
b)      Peningkatan biaya karena adanya kemacetan pada suatu ruas jalan yang menyebabkan kinerja beberapa rute lain menjadi lebih tinggi sehingga meningkatkan peluang untuk memilih rute tersebut.
Terdapat dua unsur penting dalam pemilihan rute ini, diantaranya ialah:
a)      Semua atau Tidak Sama Sekali (All or Nothing)
Pada permodelan ini, pengaruh kendala pada kapasitas suatu ruas jalan seperti masalah kemacetan tidak berpengaruh kepada permodelan All or Nothing. Semua ini hanya menyangkut pemilihan pemakai jalan terhadap jarak yang terdekat, waktunya singkat, dan ongkosnya murah.
b)      Model Keseimbangan Wardrop
Model ini sesuai dengan hukum wordrop dalam pembebanan arus lalu lintas pada suatu ruas dalam jaringan jalan yang menghubungkan suatu zona asal dengan suatu zona tujuan.
Moda pemilihan rute di Kota Surabaya lebih didominasi dengan menggunakan kendaraan bermotor di bandingkan dengan menggunakan jalur pedestrian. Tapi dari unsure yang penting dalam pemilihan rute maka factor pengeluaran ongkos yang murah dengan berjalan kaki merupakan salah satu cara untuk memilih rute dengan ongkos yang paling minim atau murah.

0 Response to " "

Posting Komentar