BAB III
PEMBAHASAN STUSI KASUS
3.1   Pedestrian di Kota Surabaya
1.      Krakteristik Kota Surabaya
Kota Surabaya merupakan ibukota propinsi Jawa Timur, dimana kota ini merupakan pusat aktivitas dari masyarakat baik berupa pendidikan, perdagangan dan jasa, perkantoran, pemerintahan, wisata dan industri. Wilayah administrasi kota Surabaya memiliki luas   33.048 Ha atau 33,04 Km² yang dibagi dalam 31 (tiga puluh satu) Kecamatan dan 163 (seratus enam puluh tiga) Kelurahan. Kota Surabaya memiliki keadaan geografis pada 07021’ Lintang Selatan dan 112036’ sampai dengan 112054’ Bujur Timur, dengan batas-batas wilayahnya dapat digambarkan sebagai berikut :
l Batas wilayah Utara                        :           Selat Madura
l Batas wilayah Selatan         :           Kabupaten Sidoarjo
l Batas wilayah Barat            :           Kabupaten Gresik
l Batas wilayah Timur           :           Selat Madura
            Keadaan topografi kota Surabaya berada pada daratan rendah dengan ketinggian antara 3-6 m di atas permukaan laut. Kota Surabaya memiliki kawasan bawahan yang memiliki potensi untuk memperkecil atau melindungi kawasan lain dari bencana seperti tanah longsor maupun bahaya banjir melalui peresapan air ke dalam tanah yang dapat meningkatkan volume air tanah untuk melindungi ekosistem pada kawasan tersebut.
            Kondisi geografis Kota Surabaya merupakan wilayah yang tahan gempa bumi, karena kondisi tanahnya yang bersifat aluvial. Kondisi tanah ini mengakibatkan terjadinya amplifikasi sehingga kemungkinan terburuk dari terjadinya gempa ini dapat menyebabkan kerusakan bangunan yang ada di Kota Surabaya..
            Kondisi iklim Kota Surabaya memiliki curah hujan rata-rata 1.900mm per tahun, dengan musim hujan selama 100 hari atau dapat dikatakan Kota Surabaya memiliki iklim tropis yang lebih lama. Seperti karakteristik iklim tropis pada umumnya, temperatur tiap bulannya tidak mengalami fluktuasi yang besar, dengan nilai diurnal 12.5oC. Nilai yang kecil bila dibandingkan dengan di iklim yang lain. Kelembaban dalam satu tahun tidak jauh beda dengan temperatur, yaitu rata, tidak mengalami fluktuasi yang berarti. Hal ini terutama dilihat dari kelembaban rata-rata tiap bulan dalam satu tahun. Rata-rata kelembaban tertinggi adalah di bulan maret, yaitu 83%, sedangkan rata-rata kelembaban terendah yaitu 73.3%.
2.      Pembangunan Pedestrian Kota Surabaya
Pedestrian adalah orang yang melakukan travelling atau bepergian dengan menggunakan berjalan kaki atau berlari yang melakukan di sebut pejalan kaki. Trotoar merupakan jalan bagi para pedestrian melakukan aktifitanya untuk berjalan kaki. Fungsi dari jalur berjalan kaki antara lain (Irwan Prasetio) :
a. Menjaga kesalamatan dan keleluasaan pejalan kaki, sebaiknya dipisahkan secara fisik dari jalur lalu lintas kendaraan.
b. Mencapai tujuannya ingin menggunakan lintasan sedekat mungkin, dengan nyaman, lancar dan aman dari gangguan.
c. Pertemuan antara jenis Jalur Pejalan Kaki yang menjadi satu kesatuan harus dibuat sedemikian rupa sehingga memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pejalan kaki.
faktor ruang ideal bagi pejalan kaki yang harus dipenuhi (Irwan Prasetio) :
a.    Jalur pedestrian minimal mempunyai lebar 1,2 meter lebih lebar lebih baik.
b.   Jalur pedestrian yang baik mempunyai elemen vegetasi peneduh misal tanaman dan pohon.
c.    Jalur pedestrian harusnya mempunyai penerangan yang cukup dimalam hari.
d.   Jalur pedestrian juga sebaiknya terdapat jalur khusus bagi penyandang cacat.
e.    Jalur pedestrian hendaknya dilengkapi elemen pendukung agar tampak bersih seperti bak sampah dsb.
f.    Jalur pedestrian juga harus bebas dari berbagai tiang iklan, pedagang kaki lima, tempat parkir kendaraan dsb.
g.   Jalur pedestrian penting juga mempunyai pos-pos pemberhentian angkutan umum di titik yang strategis.
h.   Dan yang paling penting jalur pedestrian harus aman, nyaman, bersih dan tertib.
Pedestrian di Negara Indonesia saat ini sangat marak-maraknya dalam pembangunan. Ini dikarenakan kemacetan yang melanda di Kota-kota yang ada Negara Indonesia. Seperti contohnya di kota Surabaya, saat ini Kota Surabanya sangat gencar dalam membangun pedestrian guna untuk meningkatkan mobilitas para pejalan kaki yang sudah bosan dengan transportasi yang macet di Kota Surabaya.
Pelaksanaan rencana pedestrian Kota Surabaya dilakukan sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2010. Pada tahun 2006 rencana pembangunan jalur pedestrian berada di sepanjang koridor timur Jl. Basuki Rahmat yang terdapat di Kelurahan Embongkaliasin, serta koridor sebelah barat yaitu di Kelurahan Kedungdoro dan Tegalsari.
Tahun 2007 terdapat penambahan sebagian kecil jalur pedestrian di Jl. Basuki Rahmat pada koridor jalan sebelah timur kemudian pembangunan jalur pedestrian di koridor timur dan barat Jl. Tunjungan, sebagian Jl. Raya Darmo di koridor barat yang terdapat di Kelurahan Embongkaliasin dan Jl. Prof. Dr. Mustopo di koridor selatan dan Jl. Karangasem yang terdapat di daerah Kelurahan Gubeng dan Mojo. Pelaksanaan rencana pedestrian tahun 2008 berada di koridor Jl. Raya Darmo yang dimana pada sebelah barat terdapat pada Kelurahan Tegalsari yang menyambung jalur pedestrian sebelumnya dimana pada sebelumnya tahap pelaksanaannya sudah dikerjakan pada tahun 2006 dan pada koridor timur pelaksanaan rencana pedestrian berada di Kelurahan Embongkaliasin, penambahan pedestrian juga terdapat perpanjangan Jl. Tunjungan sampai sebagian kecil koridor barat Jl. Raya Darmo.
Penambahan pedestrian pada tahun 2008 juga direncanakan di sebagian kecil koridor sebelah barat Jl. Gedunggrodo yang terdapat pada Kelurahan Sawahan dan jalan sekitar daerah tunjungan yang terdapat di Kelurahan Kedungdoro serta Jl. Demak. Pada tahun 2009 tahap pelaksanaan pedestrian berada di koridor timur Jl. Raya Darmo dan adanya penambahan atau penyembungan jalur pedestrian pada Jl. Raya Darmo koridor timur , dimana jalu Raya Darmo sudah sudah direncanakan dan dilaksanakan pada tahun 2008. Adanya penambahan atau penyambungan jalur pedestrian pada Koridor Jl. Tunjunganan sampai dengan sekitar stasiun gubeng. Tahap pelaksanaan pedestrian pada tahun yang sama juga direncanakan di Jl. Kapasan Yang berada di Krembang Utara dan Krembang Selatan. Pada tahun ini juga terdapat penambahan jalur pedestrian di Koridor Utara Jl. Prof. Dr.Mustopo.
Pada tahun 2010 rencana pelaksanaan pedestrian berada di koridor Jl. Mayjen Sungkono, Jl. Mayar Kertoarjo Raya, koridor Jl. Karangasem bagian koridor barat dan penambahanjalur pedestrian pada jalan yang sama di sebelah koridor timur dimana pedestrian sebelumnya tahap pelaksanaannya dilakukan pada tahun 2009, rencana pembuatan jalur pedestrian Jl. Bubutan dan perpanjangan pedestrian Jl. Tunjungan yang menuju ke arah Krembang Selatan serta adanya pembuatan jalur pedestrian di sekitar Tugu Pahlawan yang menghubungkan Jl. Bubutan dan Jl. Tunjungan. Penambahan jalur pedestrian juag terdapat di Jl. Kapasan pada koridor bangian selatan dimana pedestrian sebelumnya di laksanakan pada tahun 2009. Tahap pelaksanaan jalur pedestrian tahun 2010 juga dilaksanakan di koridor Jl. Kusumabangsa dan adanya penambahan pedestrian pada Jl. Prof. Dr Mustopo koridor selatan di mana pedestrian sebelumnya telah direncanakan pada tahun 2009. Penambahan jalur pedestrian juga berada sebagian di Jl. Raya Ngidem.
Selain itu pada tahun 2011 Pemerintah Kota Surabaya merencanakan pembangunan empat jalur pedestrian yang baru. Pata tahun 2011 ini pembangunan ini untuk memanjakan pejalan kaki . pembangunan pedestrian di bangun di jalan kayun, Kebun Binatang Surabaya, Frontage Road margorejo dan jalan Kaputran. Selain itu pada tahun 2011 akan diadakan pembangunan lanjutan yang dilakukan di jalan Pahlawan dan jalan Taman Surya- Ambengan karena jalur pedestrian ini sangat penting untuk pejalan kaki. (Badan Perencanaan Pembangunan Kota)
Karena oleh sebab itu pembangunan dilakukan setiap tahun untuk warga Kota Surabaya semakin nyaman berjalan kaki untuk menjalankan aktivitasnya. Sementara itu jalur pedestrian telah tersedia di sejumlah ruas jalan di antaranya di Jalan Basuki Rahmat, Jalan Tunjungan, Jalan Blauran, Jalan Gubernur Suryo, dan Jalan Rajawali.Selain itu,jalur pedestrian telah dibangun pula di Jalan Darmo, Jalan Panglima Sudirman, Jalan Sumatera, serta beberapa ruas jalan lainnya yang telah di jelaskan dalam paragraph yang ada di atas dalam pelaksanaan perencanaan pedestrian Kota Surabaya.
Pembangunan pedestrian pada tahun 2006 telah membangun jalan pedestrian sebanyak 8.594,5 meper persegi jalur pedestrian. Tahun 2007 telah membangun jalan pedestrian sepanjang 8.533 meter persegi jalan pedestrian. Pada tahun 2008 sebanyak 260493 meter persegi. Pada tahun 2009 telah membangun jalur pedestrian dengan panjang sebanyak 12.738,49 meter persegi jalur pedestrian. Dan pada tahun 2010 telah membangun jalan pedestrian sepanjang 38.166 meter persegi jalur pedestrian (Badan Pembangunan Kota). Jalur pedestrian ini di bangun dengan rata-rata memiliki lebar 2-5 meter.
            Selain pembangunan jalan pedestrian, pemerintah Surabaya juga merencanakan untuk membangun jalan yang di peruntukkan bagi pengguna speda pancal. Jalan ini juga bisa di buat bagi para pejalan kaki. Pembangunan proyek ini akan direalisasikan untuk tahun 2012. Pemkot Surabaya akan merealisasikan jalur-jalur sepeda di sejumlah jalan protokol. Tidak hanya itu, Pemkot Surabaya juga membangun sistem park and ride berbasis angkutan massal KA dan bus rapid transit untuk pengguna sepeda di Surabaya. Tri Rismaharini Walikota Surabaya dalam diskusi tentang Menguak Masalah Sosio Kultural Transportasi Surabaya di Fisip Unair mengatakan jalur sepeda ini akan dibangun untuk menfasilitasi perjalanan jangka pendek bagi pengguna kendaraan tidak bermotor dan pejalan kaki. Selain menjadi solusi potensi kemacetan total kota ini pada 2018, sepeda adalah angkutan yang murah, sehat, dan ramah lingkungan.
Jalur sepeda di Surabaya nantinya akan dibangun terintegrasi pada jalur pedestrian yang kini sudah ada dengan lebar yang mencukupi. Jaringannya bakal menghubungkan pusat-pusat kegiatan masyarakat di tengah kota, semisal pusat perbelanjaan dan sekolah. Adapun jalur sepeda yang dibuat nanti meliputi : Jalan Basuki Rahmat, Yos sudarso, Panglima Sudirman, Pemuda, Gubernur Suryo, Wijaya Kusuma, Ambengan, dan Kusuma Bangsa. Pemkot Surabaya juga akan memfasilitasi pengguna sepeda di luar jalur itu dengan menyediakan park and ride. Konsepnya, sepeda bisa dititipkan di terminal maupun sub terminal BRT atau ikut dibawa dengan gerbong KA komuter. Dengan konsep ini, masyarakat pengguna sepeda yang akhir-akhir ini makin banyak jumlahnya.
Guna meningkatkan layanan pada pengguna jalan terutama pejalan kaki dan pengguna sepeda, Pemkot Surabaya berencana memberikan fasilitas khusus pejalan kaki dan pengendara sepeda. Fasilitas yang disediakan berupa jalur khusus pejalan kaki/ walkway. Pemberian fasilitas khusus bagi pengguna jalan non kendaraan bermotor ini merupakan salah satu bentuk kepedulian Pemkot Surabaya terhadap para pengguna fasilitas transportasi. Hal ini sesuai dengan prinsip transportasi publik, bahwa sebuah fasilitas transportasi publik harus bisa digunakan oleh semua lapisan masyarakat.  Baik itu orang tua, muda, anak-anak, bahkan para penyandang cacat sekalipun.
Sebenarnya program Pemkot Surabaya membangun fasilitas jalur khusus pejalan kaki/pedestrian sudah dimulai secara serius pada tahun 2006. Pengembangan jalur khusus pejalan kaki /pedestrian di Surabaya dari tahun ke tahun mengalami perbaikan fisik sehingga kekurangan-kekurangan yang ada pada tahun sebelumnya tidak terjadi lagi. Pembangunan jalur pedestrian akan dikonsentrasikan di koridor jalan yang ada diwilayah Surabaya Tengah-Utara. Pembangunan ini dilakukan di beberapa ruas jalan protokol antara lain di Jl. Veteran, Jl. Jembatan Merah, Jl. Kusuma Bangsa, Jl Mayjen Sungkono, dan sebagainya. Pembangunan jalur pedestrian tahun 2010 telah disesuaikan dengan kebutuhan para pengguna jalan. Kemiringan jalur masuk persil/ ramp dibuat lebih landai, tutup manhole dibuat dari besi tuang sehingga tidak mudah dicuri. Selain itu pada jalur pedestrian yang baru juga dipasang fasilitas jalur khusus penyandang cacat. Konsep baru pembangunan jalur pedestrian di Surabaya mengusung aspek keamanan dan koneksitas.  Hal ini bisa dilihat pada beebrapa fasilitas penyebrangan zebra cross yang ditinggikan elevasinya dari permukaan jalan utama. Sedemikian hingga permukaan jalur zebra cross sejajar dengan muka jalur pedestrian. Peninggian elevasi ini dimaksudkan agar kendaraan yang melewati jalur ini akan memperlambat lajunya, sehingga penyeberang jalan menjadi lebih aman. Jalur pedestrian yang baru juga didesain untuk mempermudah para pejalan kaki yang akan menggunakan moda angkutan umum/massal. Sebab jalur pedestrian yang baru akan dilengkapi dengan fasilitas moda interchange seperti halte. Dengan kata lain pembangunan jalur khusus pejalan kaki/pedestrian ini juga menunjang pengembangan angkutan umum di Surabaya. Perbaikan jalur pedestrian dengan mempertimbangkan aspek keamanan dan koneksitas sebenarnya sudah mulai dilakukan pada tahun 2008 -2009 , pada tahun 2010 ini pembangunan jalur pedestrian lebih ditekankan kepada pembangunan jalur baru  dibeberapa ruas jalan utama di Surabaya
3.      Masalah yang ada di Jalur Pedestrian di Kota Surabaya
            Permaasalahan yang ada di jalan pedestrian di kota Surabaya sangatlah banyak sekali. Diantara permasalahannya adalah banyak pedagang kaki lima atau PKL yang memenuhi jalan pedestrian. Selain itu juga banyak pengendara speda motor yang melewati jalan pedestrian. Perkerasan pedestrian yang rusak banyak jalan yang berlubang. Masalah masalah ini sangatlah mengganggu para masyarakat yang melakukan perjalanan kaki dengan menggunakan jalur pedestrian. Seharusnyapedestrian merupakan jalan yang nyaman bagi para pejalan kaki. Dengan adanya masalah masalah yang ada ini masyarakat sangat merasa tidak nyaman untuk melakukan perjalanan kaki di jalur pedestrian. Masalah masalah di atas akan di bahas lebih detail dengan paragraph di bawah ini
1.      Masalah perkerasan jalur pedestrian yang rusak dan berlubang.
Kerusakan pedestrian di kota Surabaya sangatlah banyak, diantaranya adalah di jalan Gubernur Suryo Surabaya. Kerusakan pedestrian di jalan-jalan protokol pusat kota kian parah. Lantai pedestriannya banyak yang terkelupas. Sementara tutup saluran air di area pedestrian juga semakin banyak yang ambles. Hal itu seperti yang terjadi di Jl. Basuki Rachmad, Gubenrur Suryo, Jl. Pemuda, jl. Panglima Sudriman, Jl Urip Sumoharjo, Jl. Raya Darmo, Jl. Raya Gubeng, Jl. Tunjungan, Praban dan lainnya."Beberapa tegel atau keramik di atas pedestrian ada yang pecah dan mengelupas.
Pencuruan tutup saluran Pedestrian ini juga mengganggu masyarakat yang menggunakan jalur pedestrian untuk berjalan kaki. Selama 2011 sudah ada sekitar 300 tutup saluran yang ada di jalur pedestrian yang terbuat dari besi telah di curi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Harga dari per satuan tutup saluran itu  mencapai 1,4 juta rupiah. Hal ini sangatlah berbahaya, tutup yang hilang haruslah diganti dengan cepat karena apa bila tidak dig anti maka apa bila para pengguna jalur pedestrian yang tidak tau pasti akan terperosok kedalam lubang tersebut.
Sedangkan soal kerusakan pedestrian di jalan-jalan protokol pusat kota, menurut Pemkot kota Surabaya kerusakan ini masih dalam taraf skala masih kecil. Hasil penelusurannya, kerusakan walking hanya mencapai 200 scale persegi dari ribuan luas pedestrian Kota Surabaya. Biaya perbaikannya juga tidak terlalu besar, karena hanya membutuhkan biaya sekitar Rp 50 juta. Kerusakan pedestrian sekitar 200 scale persegi masih tergolong wajar karena usia pedestrian sudah ada yang tiga tahun, empat tahun dan lima tahun. Kerusakan yang terjadi sebagaian besar lokasinya di pintu masuk perkantoran, hotel, taman kota dan depan rumah warga, karena tergilas kendaraan yang keluar-masuk di pintu masuk itu.
Selain itu, ada pedestrian yang dipakai lintasan sepeda motor saat jalanan sedang macet. Seperti yang terjadi di depan hotel Elmi Jl. Panglima Sudirman, di dekat taman Apsari depan gedungGrahadi. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya menilai banyak proyek pedestrian di Surabaya yang tidak sesuai dengan kontraknya. Artinya, pesanan proyek pedestrian tidak sama dengan ketentuan yang di berikan Pemkot. Selain itu, pembangunan pedestrian ternyata tidak seluruhnya berkualitas. Sehingga usai garansi enam bulan dari kontraktor, kondisi pedestrian mengenaskan karena banyak keramiknya pecah dan ada pula yang ambles. Proyek dengan panjang jalan 350 meter, lebar 3,5 meter senilai Rp1,6 miliar, cukup kacau. Usai memasang box culvert, di atasnya langsung ditutup dengan tanah liat termasuk kanan kiri dari saluran air," ungkapnya. Selain itu, box culvert yang dipasang juga tidak bisa rapat sehingga pasir maupun tanah liat bisa masuk ke dalam saluran air. Bila tidak ada koreksi dari kontraktor atau Pemkot saluran air di sana akan cepat penuh dengan lumpur dan bisa menyebabkan banjir. Kontraktor pelaksana yang tidak mengerjakan pekerjaan sesuai kontrak dari Pemkot Surabaya, mungkin kualitasnya perlu dipertanyakan. Sebab, hal ini tidak saja merugikan rakyat tapi juga Negara. Nilai proyek yang seharusnya bisa untuk menjaga kualitas bangunan (life time) sampai 3 tahunan, mungkin akan terpangkas hanya bertahan 1 tahun. Artinya, dalam kurun waktu setahun pedestrian itu sudah rusak.
2.      Pembangunan Pedestrian Membuat Macet
Pembangunan jalur pedestrian juga ada yang membuat macet jalan. Pembangunan jalan pedestrian yang membuat macet adalah jalan pejalan kaki yang berada di kawasan JL Veteran. Pedestrian ini mengakibatkan jalan yang di gunakan oleh pengendara motor atau penggendara mobil menjadi sempit. Selain di JL veteran ada juga pedestrian yang serupa yaitu di Jl Rajawali yang lebarnya dua kali lipat dari JL Veteran.
Pembangunan jalur pedestrian yang ada di JL Veteran hamper selesai, tapi bukan bukanya menjadi solusi untuk pejalan kaki, pedestrian ini dimanfaatkan sarana ‘halte’ untuk pengguna angkutan umum. Keberadaan pedestrian ini malah semakin membuatnya nyaman menunggu bemo bahkan bus kota. Terlebih, pedestrian ini memiliki lebar 3 meter. Perasaan ‘nyaman’ juga dirasakan puluhan bahkan ratusan penumpang bemo yang menunggu di atas pedestrian yang seharunya digunakan untuk pejalan kaki itu. Sebelum ada pedestrian, kawasan ini memang dikenal rawan macet. Kendaraan dengan berbagai ukuran melewati jalan ini dari arah Jl Rajawali dan Kembang Jepun. Usai melintas di Jembatan Merah, kendaraan dari arah Kembang Jepun harus ekstra hati-hati lantaran kondisi jalan yang curam ditambah dengan banyaknya bemo yang ngetem di sisi pedestrian. Padahal, tepat di atas pedestrian berdiri beberapa rambu lalu lintas bertanda ‘P’ silang dan ‘S’ silang yang berarti semua kendaraan dilarang parkir dan berhenti. Sayangnya, rambu tersebut lebih tepat disebut sebagai hiasan jalan raya saja. Pasalnya, pelanggaran lalu lintas di sana sudah menjadi pemadangan yang umum. Kemacetan pun semakin menjadi sejak adanya pedestrian.
3.      Jalur Pedestrian Masih Di Pakai Untuk Berjualan Pedagang Kaki Lima (PKL) dan untuk parkir.
Jalur pedestrian yang ada di Negara Indonesia sebagian besar di manfaatkan oleh pedagang kaki lima untuk berjualan. Ini merupakan masalah klasik yang di hadapi oleh Negara kita, terutama di Kota Surabaya. Setiap kali PKL di gusur, beberapa hari kemudian mereka kembali berjualan. Bahkan seringkali jumlahnya lebih banyak daripada semula. Ibaratnya, mati satu tumbuh serib. Untuk itu, menjadi tak heran dengan semakin menjamurnya PKL di kota Metropolis ini membuat jumlah PKL yang ada membengkak. Data resmi yang ada di dinas koperasi dan sektor informal pemkot menyebut angka 18.823 PKL. Mereka tersebar 600 titik yang ada di 31 kecamatan. Dari 31 kecamatan itu, kecamatan Tegalsari menempati peringkat pertama dengan 3.208 PKL, disusul Wonokromo 1.357 PKL, dan Genteng 1.104 PKL. Dari 18.823 PKL itu, 40 persen warga Surabaya. Sementara 60 persen sisanya berasal dari luar kota seperti, Madura, Lamongan, Malang, Bojonegoro, Mojokerto, Sidoarjo, dan daerah lainnya. Tetapi menurut Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI), jumlah PKL di Surabaya mencapai 56.000. Dengan menempati lahan kosong dan tak bertuan di setiap sudut kota yang dianggap ramai – seperti trotoar, badan jalan, lapangan, dan emper toko/ruko serta bangunan yang belum jadi, belasan ribu PKL ini seringkali dianggap sebagai muka bopeng sebuah kota. Terlebih untuk Surabaya yang terus bersolek sebagai kota kedua terbesar di Indonesia dan ikon wilayah Indonesia bagian timur. Makanya tak heran jika dalam setengah tahun terakhir, pemkot membuat program pedestrian yang dipadukan dengan trotoarisasi. Tujuannya menata kembali ruas jalan yang ada di kota agar terlihat lebih estetis, memberikan kenyamanan bagi para pejalan kaki, dan menambah ruang terbuka hijau (RTH) di sepanjang jalan. Diluar tujuan mulia tersebut, banyak kalangan menyebut, program pedestrian-trotoarisasi adalah cara halus untuk mengusir PKL yang biasa mangkal di trotoar dan badan jalan.
Bahkan parahnya lagi ketika digunakan sebagai lahan parkir. Ketika seperti itu, maka pejalan kaki yang berhak di sana harus mengalah. Seperti yang terlihat di kawasan Arjuna, Gubeng, Darmawangsa, dan Kertajaya. Di sana meski sudah ada tanda plang (papan) dilarang parkir, masih ada saja kendaraan yang parkir. Semua itu terjadi tidak lain karena tidak adanya keseimbangan dan kesadaran tanggung jawab dari sebagian masyarakat Surabaya dalam usaha memajukan kotanya. Semunya masih egois.
Salah satu cara untuk mencegah dari penyalah gunaan jalur pedestrian yang digunakan untuk berjualan para PKL dan sebagai tempat parkir di antranya adalah:
Pertama, perlunya penataan kembali terhadap bangunan dan gedung yang tidak dilengkapi fasilitas parkir. Karena, sayang meski ruas jalan dilengkapi jalur pedestrian, jika bangunan dan gedung yang ada tidak ada fasilitas parkir. Seperti halnya di Pengadilan Negeri Surabaya di Jalan Arjuna. Akibat dilarang parkir di halaman gedung, pengunjung memarkir kendaraannya di jalur pedestrian.
Kedua, tindakan tegas Dishub. Dishub Surabaya harus bertindak tegas terhadap mereka yang sudah mengambil hak pejalan kaki. Hal ini bisa dengan sering-sering menggelar operasi dengan melibatkan mereka yang berwajib menindak bagi yang melanggar, yaitu kepolisian. Bagi mereka yang ketahuan melanggar bisa ditindak tegas dengan sanksi, mulai dari peringatan tertulis sampai penilangan. Meskipun demikian hal ini juga diperlukan tersedianya sarana dan prasarana, semisal tim penertiban, mobil operasinal, mobil derek dan lainya. Karena jika sarana dan prasana tidak lengkap, maka sebuah solusi akan tinggal wacana belaka.
Ketiga, penempatan tiang agar jalur pedestrian tidak dijamah tangan-tangan tak bertanggung jawab. Cara yang ketiga ini bisa menjadi cara alternatif ketika ketersediaan sarana dan prasana penertiban cara yang kedua di atas minim.
4.      Model Bangkitan Dan Tarikan
Model bangkitan merupakan salah satu dari 4 model yang digunakan untuk moda transportasi. Model ini berkaitan dengan asal dan tujuan perjalanan, yang berarti menghiting yang masuk dan yang keluar dari suatu zona atau kawasan. Tujuan pergerakan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pergerakan dengan tujuan bekerja dan pergerakan dengan tujuan pendidikan, kedua tujuan ini disebut sebagai tujuan pergerakan utama yang merupaka keharusan untuk dilakukan oleh setiap orang setiap harinya. Sedangkan tujuan dari pergerakan lain sifatnya hanya pilihan dan tidak rutin dilakukan.
Model bangkitan dan tarikan memiliki beberapa definisi dasar, diantaranya ialah pergerakan berbasis rumah. Pergerakan berbasis rumah merupakan pergerakan yang salah satu atau kedua zona (asal dan atau tujuan) pergerakan tersebut adalah rumah. Definisi yang kedua ialah pergerakan berbasis bukan rumah. Pergerakan ini baik asal maupun tujuan pergerakan adalah bukan rumah. Sedangkan definisi yang ketiga ialah bangkitan pergerakan, bangkitan pergerakan ini digunakan untuk suatu pergerakan berbasis rumah yang mempunyai tempat asal dan atau tujuan adalah rumah atau pergerakan yang dibangkitkan oleh pergerakan berbasis bukan rumah. Adapula definisi dasar yang terakhir, yaitu tarikan pergerakan. Tarikan pergerakan digunakan untuk suatu pergerakan berbasis rumah yang mempunyai tempat tempat asal dan atau tujuan bukan rumah atau pergerakan yang tertarik oleh pergerakan bukan rumah.
Dalam model bangkitan dan tarikan di Jalur pedestrian di Kota Surabaya yang perlu diperhatikan yakni maksud perjalanan, guna lahan Jalur Pedestrian Di kota Surabaya, Jarak dari pusat keramaian, serta waktu yang harus ditempuh dari dan menuju ke tempat tujuan.
a)      Maksud Tujuan
Maksud perjalanan yang dilakukan oleh para pengguna jalur pedestrian di Kota Surabaya adalah untuk melakukan pergerakan berupa perki ke kantor, pergi ke mall atau pun pergi untuk bersekolah. Dimana masyarakat kota Surabaya banyak yang menggunakan pedestrian untuk sarana pergi ke daerah kantor ataupun mall.
b)      Guna Lahan Di Tempat Asal
Penggunalahanan pada Kota Surabaya yang berapa di sekitar jalur pedestrian adalah guna lahan berupa perkantoran, sekolahan, restoran, toko, dan mall. Hal ini mengundang banyak para pejalan kaki yang ingin menggunakan jalur pedestrian.
c)      Jarak Dari Pusat Keramaian
Pembangunan jalur pedestrian di kota Surabaya ini pembangunannya berada di pusat keramain kota. Seperti halnya jalur pedestrian di jalan Basuki Rahmat Surabaya. Jalur pedestrian ini berada di pusat keramaian dimana ada beberapa toko, restoran, dan Mall. Jalur ini merupakan jalur yang banyak digunakan masayarakat untuk berjalan kaki di pusat keramaian.
5.      Model Persebaran Pergerakan
Model persebaran pergerakan merupakan permodelan yang memperlihatkan jumlah perjalanan atau yang bermula dari suatu zona asal yang menyebar ke banyak zona tujuan atau sebaliknya jumlah perjalanan/yang datang mengumpul ke suatu zona tujuan yang tadinya berasal dari sejumlah zona asal. Tujuan utama dari adanya model persebaran pergerakan ialah mendistribusikan atau mengalokasikan jumlah perjalanan yang berasal dari setiap zona dan diantara seluruh zona tujuan yang memungkinkan.
      Dari model persebaran pergerakan ini dikaitkan dengan jalur pedestrian di Kota Surabaya, maka akan didapatkan persebaran pergerakan yang mengarah pada pusat pembelanjaan yang berada di sekitar jalur pedestrian di Kota Surabaya. Selain persebaran pergerakan di tempat pembelanjaan pedestrian di Kota Surabaya jugamengaran di daerah perkantoran dan restaurant yang ada di samping jalan pedestrian.
6.      Model Pemilihan Moda
Tujuan dari model pemilihan moda adalah untuk mengetahui proporsi perjalanan ke berbagai moda transportasi. Fartor yang mempengaruhi pemilihan moda ini adalah ciri pengguna jalan, ciri pergerakan, ciri fasilitas moda transportasi, dan ciri kota atau zona. Untuk pemilihan moda masyarakat Surabaya masih banyak yang menggunaka moda transportasi berupa mobil ataupun speda motor di banding dengan menggunakan moda berjalan kaki untuk mencapai tujuan yang di inginkan. Tapi masih banyak juga masyarakat Surabaya yang memilih berjalan kaki. Pemilihan moda mobil atau speda motor ini dikarenakan jalur pedestrian di Kota Surabaya masih sangat memprihatinkan. Dimana jalur pedestrian banyak yang rusak, banyak pengendara yang parkir di jalur pedestrian, angkutan umum berupa bus ataupun angkot masih ngetem di samping pedestrian, ada juga speda motor yang melewati jalan pedestrian dikarenakan kemacetan sehingga para pengguna speda motor naik ke pedestrian untuk menghindari macet dan para pedagang kaki lima yang berjualan dengan semrawut atau tidak teratur di jalur pejalan kaki. Ini mengakibatkan para pengguna jalur pedestrian merasa terganggu dengan masalah masalah yang ada di jalur pedestrian. Padahal tujuan di bangunnya pedestrian ini untuk memberikan kenyamanan bari para pejalan kaki.
7.      Model Pemilihan Rute
Model pemilihan rute dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor pertimbangan yang didasari pengamatan bahwa tidak setiap pengendara dari zona asal yang menuju ke zona tujuan akan memilih rute yang persis sama, khususnya di daerah perkotaan. Hal ini disebabkan oleh adanya :
a)      Perbedaan persepsi tentang apa yang diartikan dengan biaya perjalanan karena adanya perbedaan kepentingan atau informasi yang tidak jelas dan tidak tepat mengenai kondisi lalu lintas pada saat ini;
b)      Peningkatan biaya karena adanya kemacetan pada suatu ruas jalan yang menyebabkan kinerja beberapa rute lain menjadi lebih tinggi sehingga meningkatkan peluang untuk memilih rute tersebut.
Terdapat dua unsur penting dalam pemilihan rute ini, diantaranya ialah:
a)      Semua atau Tidak Sama Sekali (All or Nothing)
Pada permodelan ini, pengaruh kendala pada kapasitas suatu ruas jalan seperti masalah kemacetan tidak berpengaruh kepada permodelan All or Nothing. Semua ini hanya menyangkut pemilihan pemakai jalan terhadap jarak yang terdekat, waktunya singkat, dan ongkosnya murah.
b)      Model Keseimbangan Wardrop
Model ini sesuai dengan hukum wordrop dalam pembebanan arus lalu lintas pada suatu ruas dalam jaringan jalan yang menghubungkan suatu zona asal dengan suatu zona tujuan.
Moda pemilihan rute di Kota Surabaya lebih didominasi dengan menggunakan kendaraan bermotor di bandingkan dengan menggunakan jalur pedestrian. Tapi dari unsure yang penting dalam pemilihan rute maka factor pengeluaran ongkos yang murah dengan berjalan kaki merupakan salah satu cara untuk memilih rute dengan ongkos yang paling minim atau murah.

Masalah Transportasi dan Solusi Dengan Transportasi Berkelanjutan


PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Negara Indonesia berada pada tahap pertumbuhan urbanisasi yang tinggi akibat laju pertumbuhan ekonomi yang pesat sehingga kebutuhan penduduk untuk melakukan pergerakan akan menjadi meningkat juga. Dalam mobilitas pergerakan, mobil pribadi merupakan merupakan kendaraan yang sangat menguntungkan. Selain itu jumlah penduduk di Indonesia yang tinggal di daerah perkotaan akan meningkat dari tahun ketahun akibat tingginya tingkat urbanisasi ini.
Tantangan bagi pemerintah Negara yang sedang berkembang, instansi dan departemen terkait serta para perencana transportasi perkotaan adalah masalah kemacetan kemacetan serta masalah pelayanan angkutan umum perkotaan. Masalah kemacetan ini biasanya timbul pada kota yang penduduknya lebih dari 2 juta jiwa, yang telah dicapai oleh beberapa kota seperti kota Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Jogyakarta, Bogor, Malang, dan lain sebagainya. Pada tahun- tahun kedepan  hamper semua kota di Indonesia akan di huni oleh sekitar 2 juta jiwa yang berarti mempunyai permasalahan baru yang memerlukan solusi baru juga, yaitu masalah transportasi perkotaan. Walaupun kota yang lebih kecil mempunyai masalah transportasi yang perlu di pecahkan secara dini, pada umumnya masih dalam skala kecil dan tidak memerlukan biaya besar.
Sektor pertanian secara perlahan sekarang terlihat kurang semakin menarik dan tidak lagi diminati terutama bagi generasi muda. Di sisi lain perkotaan menawarkan banyak kesempatan baik sektor formal atau informal. Di tambah lagi dengan tidak meratanya pertumbuhan wilayah di daerah pedalaman dibandingkan di daerah perkotaan. Hal ini menyebabkan tersedianya banyak lapangan kerja serta upah gaji yang sangat tinggi di daerah perkotaan di bandingkan upah para pekerja di daerah pedalamansemua ini meripakan daya tarik yang sangat kuat bagi para pekerja di daerah pedalaman. Namun seberapa besar apa pun kota dengan segala kelengkapannya pasti mempunyai batasan yaitu daya tampung. Jika batas itu sudah terlampaui akan terjadi dampak yang merugikan. Dalam konteks kota di Indonesia fenomena kota bermasalah sudah mulai terlihat, yang diperkirakan akan terus berkembang menjadi persoalan yang semakin rumit, seiring dengan tingginya laju urbanisasi. Hal ini sulit dihindari karena daerah perkotaan sudah terlanjur dianggap sebagai penyedia berbagai macam lapangan pekerjaan.
Tingginya urbanisasi yang secara tidak langsung dapat dikatakan akibat tidak meratanya pertumbuahn di wilayah di bagian Indonesia. Antara daerah pedalaman dengan daerah perkotaan. Semakin besarnya perbedaan antara tingkat pertumbuhan wilayah tersebut mengakibatkan semakin besar  atau tingginya tingkat urbanisasi, yang pada gilirannya akan menimbulkan permasalahan perkotaan, khususnya transportasi.
Orang yang melakukan urbanisasi dapat di klompokkan menjadi tiga klompok utama yaitu : 1. Orang yang mampu membeli tanah di dalam kota dan mamapu bekerja di dalam kota, 2. Orang yang bekerja didalam kota  serta mampu membayar biaya transportasi, 3. Orang yang tidak mampu membeli tanah di dalam kota dan tidak mempunyai kemampuan membayar biaya transportasi. (Ofyar Z. Tamin)
Orang yang termasuk golongan pertama merupakan orang yang tidak mempunnyai penyebab permasalahan yang berarti dalam hal mobilitas dan eksebilitas karena jarak tempat tinggal dan tempat bekerja yang cukup dekat. Orang yang tergolong dalam klompok ke dua yang merupakan tingkatan tertinggi dari ketiga klompok tersebuthal ini sangat berpotensial menimbulkan permasalahan transportasi. Permasalahan tersebut terjadi setiap hari yaitu pada jam sibuk pagi dan pada siang hari. Pada pagi hari merupakan jam sibuk yang terjadinya proses pergerakan dengan volume tinggi, bergerak ke pusat kota untuk bekerja. Pada sore hari terjadi volume yang tinggi karena semua orang yang bekerja di pusat kota kembali kerumah masing-masing. Permasalahan transportasi semakin bertambah sejalan semakin bergesernya permukiman kelompok yang berpenghasilan menengah kebawah. Kecenderungan ini terus berjalan seiring dengan semakin pentingnya daerah perkotaan yang menyebabkan harga tanah semakin mahal. Klompok yang ke tiga adalah yang tidak bisa membeli tanah di dalam kota dan tidak mampu membayar biaya transport sehingga terpaksa menempati ruang kosong di seputar kota secara illegal. Permasalahan yang timbul seterusnya adalah masalah permukiman kumuh yang bukan saja menyangkut masalah transportasi tetapi juga mengaruh pada masalah sosial, kesehatan, kesejahtraan, pendidikan, dan lain-lain.
Tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di wilayah perkotaan telah menarik arus urbanisasi yang tinggi sebab bagi banyak orang hal ini menjanjikan kesempatan kerja yang lebih luas. Hal ini menjadikan tingkat pertumbuhan penduduk.dan pekerja yang tinggi di wilayah ini. Gejala serupa juga terjadi pada daerah penyangga di sekitar perkotaan tersebut.
Penggunaan kendaraan pribadi juga meningkatkan kesempatan seseorang untuk bekerja, memperoleh didikan, belanja, rekreasi, dan melakukan aktivitas sosial lainnya. Pada umumnya, peningkatan pemilikan kendaraan pribadi (mobil) merupakan cerminan hasil interaksi antara peningkatan taraf hidup dan kebutuhm mobilitas penduduk di daerah perkotaan, keuntungan penggunaan jalan digunakan untuk meningkatkan kemakmuran dan mobilitas penduduk. Tetapi, penggunaan kendaraan pribadi juga dapat menimbulkan beberapa efek negatif yang tidak dapat dihindari. Peningkatan penggunaan kendaraan pribadi mengakibatkan peningkatan perusakan kualitas kehidupan, terutama di daerah pusat perkotaan, kemacetan, dan tundaan pada beberapa ruas jalan. Juga terjadi polusi lingkungan, baik suara maupun udara.
Tingkat pertumbuhan pergerakan yang sangat tinggi yang tidak mungkin dihambat, sementara sarana dan prasarana transportasi sangat terbatas, mengakibatkan aksesibilitas dan mobilitas menjadi terganggu. Sekarang ini program pembangunan jalan di daerah perkotaan membutuhkan biaya yang sangat besar. Usaha pemerintah untuk memecahkan masalah transportasi perkotaan telah banyak dilakukan, baik dengan meningkatkan kapasitas jaringan jalan yang ada maupun dengan pembangunan jaringan jalan baru, ditambah dengan rekayasa dan manajemen lalulintas terutama pengaturan efisiensi transportasi angkutan umum dan penambahan armadanya. Tetapi, berapa pun besarnya biaya yang dikeluarkan, kemacetan dan tundaan tetap tidak bisa dihindari. Ini disebabkan karena kebutuhan akan transportasi terus berkembang pesat, sedangkan perkembangan penyediaan fasilitas transportasi sangat rendah sehingga tidak bisa mengikutinya.
Akibat yang dirasakan adalah kemacetan lalulintas yang sering tegadi yang terlihat jelas dalam bentuk antrian panjang, tundaan, dan juga polusi, baik suara maupun udara. Masalah lalulintas tersebut jelas menimbulkan kerugian yang sangat besar pada pemakai jalan, terutama dalam hal pemborosan bahan bakar, pemborosan waktu (tundaan), dan juga rendahnya kenyamanan. Dapat dibayangkan berapa banyak uang yang terbuang percuma karena kendaraan terperangkap dalam kemacetan dan berapa banyak uang yang dapat disimpan jika kemacetan dapat dihilangkan (dari segi biaya bahan bakar dan nilai waktu tundaan). Hal tersebut menyebabkan perlunya dipikirkan beberapa alternatif pemecahan masalah transportasi, terutama kemacetan di daerah perkotaan. Untuk menanggulangi kemacetan lalulintas ini, pemerintah daerah melakukan berbagai langkah, baik berupa menyusun kebijakan, menyusun tindakan, maupun menggarap aspek hukum. Hasilnya berupa pembangunan dan pengembangan prasarana, optimasi penggunaan ruang jalan, serta penerapan peraturan dan hukum. Walaupun demikian, terlepas dari penilaian terhadap efisiensi dan efektivitas kebijakan serta langkah yang diambil, tampaknya kondisi kemacetan di wilayah perkotaan tidak menunjukkan perubahan yang berarti. Ini bukan saja karena memang kapasitas pelayanan yang kurang memadai, tapi juga karena pertumbuhan permintaan yang cukup tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan penyediaan sarana dan prasarana transportasi yang dibutuhkan. Faktor lain penyebab kemacetan di daerah perkotaan adalah meningkatnya kecenderungan para pemakai jasa transportasi untuk menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan dengan kendaraan umum.

TINJAUAN TEORI
  1. Transportasi.
Transportasi adalah perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain yang terpisah secara spasial dengan menggunakan alat pengangkutan atau tidak menggunakan alat angkut, baik yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan (kuda, sapi, kerbau), atau mesin.Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan(trip) antara asal (origin) dan tujuan (destination).
Perjalanan adalah pergerakan orang dan barang antara dua tempat kegiatan yang terpisah untuk melakukan kegiatan perorangan atau kelompok dalam masyarakat. Perjalanan dilakukan melalui suatu lintasan tertentu yang menghubungkan asal dan tujuan, menggunakan alat angkut atau kendaraan dengan kecepatan tertentu. Jadi perjalanan adalah proses perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain.
Unsur dasar transportasi:
  1. Manusia, yang membutuhkan transportasi
  2. Barang, yang diperlukan manusia
  3. Kendaraan, sebagai sarana transportasi
  4. Jalan, sebagai prasarana transportasi
  5. Organisasi, sebagai pengelola transportasi
Alat Transportasi sendiri dibagi 3 yaitu, transportasi darat, transportasi laut dan transportasi udara.
  1. Transportasi darat adalah segala bentuk transportasi yang menggunakan jalan untuk mengangkut penumpang atau barang.
Sarana dan prasarana jalan raya transportasi darat :
1.      Sarana Jalan Raya
1)      Sepeda motor adalah alat transportasi yang menggunakan mesin dengan 2 roda dan tidak mempunyai atap.
2)      Mobil pengemudi adalah alat transportasi yang mempunyai 4 roda yang mampu memuat penumpang maxsimal 8 orang dan mempunyai atap.
3)      Bus adalah kendaraan umum atu kendaraan khusus yang dapat memuat lebih dari 8 orang dan mempunnyai atap
2.      Sarana Angkutan Kreta Api
Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di rel. Kereta api merupakan alat transportasi massal yang umumnya terdiri dari lokomotif (kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya). Rangkaian kereta atau gerbong tersebut berukuran relatif besar sehingga mampu memuat penumpang maupun barang dalam skala besar. Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif, beberapa negara berusaha memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama angkutan darat baik di dalam kota, antarkota, maupun antar Negara.
3.      Prasarana Transportasi Darat :
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, bawah permukaan tanah dan/atau air,  serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan rel.
Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 Pasal 5 menerangkan bahwa peran jalan terbagi menjadi tiga, yaitu:
1)      Sebagai bagian prasarana transportasi jalan mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, lingkungan hidup, politik, hankam, serta dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;
2)      Sebagai prasarana distribusi barang dan jasa jalan merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara;
3)      Merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan yang menghubungkan dan mengikat seluruh wilayah Republik Indonesia.
  1. Transportasi Laut adalah segala alat transportasi yang menggunakan air sebagai jalan kendaraan untuk mengangkut manusia atau barang.
Sarana dan prasarana transportasi laut :
  1. Sarana Transportasi Laut
1)      Kapal adalah alat untuk penumpang barang dan manusia yang berada di laut yang ukurannya lebih besar di bandingkal sampan atau perahu.
2)      Fery adalah kapal angkut barang dan manusia yang memiliki jarak yang lebih pendek, biasanya antar pulau.
  1. Prasarana Laut
Pelabuhan adalah fasilitas di uung samudra, sungai, atau danau untuk memindahkan barang atau penunpang. Klasifikasi pelabuhan perikanan ada 3, yaitu: Pelabuhan Perikanan Pantai, Pelabuhan Perikanan Nusantara, dan Pelabuhan Perikanan Samudera.
  1. Transportasi Udara adalah alat transporteasi yang menggunakan udara sebagai jalan kendaraan untuk mengangkut atau memindahkan manusia dan barang dari tempat kesatu ke tempat yang lainnya

Sarana dan prasarana transportasi udara :
  1. Sarana Transportasi Udara
1)      Pesawat terbang adalah kendaraan yang terbuat dari besi yang manpu terbang di angkasa atau di atmosfir bumi.
  1. Prasarana Transportasi udara
1)      Bandara adalah tempat dimana pesawat terbang lepas landas atau mendarat.
  1. Transportasi Berkelanjutan
Transportasi berkelanjutan diartikan sebagai “upaya untuk memenuhi kebutuhan mobilitas transportasi generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mobilitasnya”.
Sedangkan menurut Menurut Menurut The Centre of Sustainable Transportation Canada(2002, 1) definisi sustainable transportation adalah Memberikan akses utama atau dasar yang dibutuhkan oleh individu dan masyarakat agar keamanannya lebih terjaga dan cara yang sesuai dengan manusia dan kesehatan ekosistem, dan dengan keadilan dalam dan antar generasi. Dapat menghasilkan, mengoperasikan secara efisien. Memberikan pilihan moda trasportasi dan mendukung pergerakan aspek ekonomi. Membatasi emisi, dan pemborosan dalam kemampuan planet untuk menyerapnya, meminimalkan penggunaan sumber daya yang tidak bisa diperbarui, membatasi penggunaan sumber daya alam yang dapat diperbarui agar kualitasnya tetap terjaga. Menggunakan dan memperbarui bagian-bagiannya, dan meminimalkan penggunaan lahan dan produksi yang menyebabkan kegaduhan.
1.      Visi Misi Transportasi Berkelanjutan
Menurut the centre for sustainable Transportation (2002) visi dari sutainable transport adalah:
1)        Focus an access: dalam sustainable transportation harus memperhatikan pengguna trasnportasi, baik akses terhadap barang, jasa dan peluang sosial terutama pada pengguna/masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.
2)        Non-motorized transportation: semakin banyaknya kendaraan bermotor membuat masyarakat jenuh akan kepadatan jalan raya dan polusi yang dikeluarkan setiap harinya. Sehingga berjalan, bersepeda, rollerblade dan moda transportasi non-motorized lainnya lebih dipilih masyarakat karena lebih menyenangkan dan ramah lingkungan.
3)        Motorized transportation by current means: transportasi bermotor saat ini mirip dengan transportasi pada tahun 2000 awal, namun kendaraan yang digunakan pada sustainable transportation saat ini jauh lebih hemat dalam mengeluarkan energi. Selain itu, penggunaan kendaraan tersebut juga harus didukung oleh tata letak dan desain tata ruang kota.
4)        Motorized transportation by potential means: beberapa akses transportasi saat ini menggunakan teknologi yang berbeda. Bahan bakar yang digunakan menggunakan bahan bakar terbarukan, seperti sumber daya hydrogen yang dihasilkan dari energy surya, sistem transportasi jalan raya otomatis, layanan kereta api maglev.
5)        Movement of goods: Pergerakan barang menggunakan moda transportasi harus sesuai dengan ukuran dan jarak pengiriman dan harus meminimalkan emisi yang dihasilkan.
6)        Less need for movement of people and goods: jarak tempuh kendaraan bermotor lebih pendek misalnya dengan adanya compact city, sehingga akses ke setiap fungsi guna lahan bisa dicapai dengan jarak yang lebih dekat.
7)        Little or no impact on the environment and on human health: emisi kendaraan lebih rendah serta tidak adanya dampak global transportasi terhadap lingkungan sehingga masyarakat tidak khawatir jika pengaruh transportasi akan mengganggu kesehatan mereka lagi.
8)        Methods of attaining and sustaining the vision: harus diadakannya kebijakan yang ketat akan penerapan sustainable transportation.
9)        Non-urban areas: daerah pedesaan bisa memberi kontribusi positif terhadap transportasi perkotaan.
10)    Date of attainment: adanya target waktu baik jangka panjang ataupun pendek.
Berdasarkan visi sustainable transportation yang harus dicapai, maka diperlukan adanya upaya atau misi dalam pencapaian visi tersebut. Mengingat transportasi terdiri dari tiga pilar penting, yaitu sosial, lingkungan dan ekonomi, maka upaya menuju sustainable transportation harus meliputi ketiga pilar tersebut juga.

  1. Prinsip Sistem Transportasi Berkelanjutan
A.R. Barter Tamim Raad dalam bukunya Taking Steps: A Community Action Guide to People-Centred, Equitable and Sustainable Urban Transport menyebutkan, bahwa sistem transportasi berkelanjutan harus memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Aksesibilitas untuk semua orang
Sistem transportasi yang berkelanjutan harus dapat menjamin adanya akses bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk para penyandang cacat, kanak-kanak dan lansia, untuk mendapatkan –paling tidak— kebutuhan dasarnya seperti kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan
2) Kesetaraan sosial
Sistem transportasi selayaknya tidak hanya diperuntukkan bagi masyarakat tingkat atas, yaitu dengan mengutamakan pembangunan jalan raya dan jalan tol semata. Penyediaan sarana angkutan umum yang terjangkau dan memiliki jaringan yang baik merupakan bentuk pemenuhan kesetaraan sosial, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan pelayanan transportasi yang diberikan.
3) Keberlanjutan lingkungan
Sistem transportasi harus seminimal mungkin memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, sistem transportasi yang berkelanjutan harus mempertimbangkan jenis bahan bakar yang digunakan selain efisiensi dan kinerja dari kendaraan itu sendiri. Kombinasi dan integrasi dengan moda angkutan tak bermotor, termasuk berjalan kaki, dan moda angkutan umum (masal) merupakan upaya untuk mempertahankan keberlanjutan lingkungan dengan meminimalkan dampak lingkungan.
4) Kesehatan dan keselamatan
Sistem transportasi yang berkelanjutan harus dapat menekan dampak terhadap kesehatan dan keselamatan. Secara umum, sekitar 70% pencemaran udara dihasilkan oleh kegiatan transportasi dan ini secara langsung, maupun tidak langsung, memberikan dampak terhadap kesehatan terutama terhadap sistem pernafasan. Di sisi lain, kecelakaan di jalan raya mengakibatkan kematian sekitar 500 ribu orang per tahun dan mengakibatkan cedera berat bagi lebih dari 50 juta lainnya. Jika hal ini tidak ditanggulangi, dengan semakin meningkatnya aktivitas transportasi dan lalu lintas akan semakin bertambah pula korban yang jatuh.
5) Partisipasi masyarakat dan transparansi
Sistem transportasi disediakan untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat harus diberikan porsi yang cukup untuk ikut menentukan moda transportasi yang digunakan serta terlibat dalam proses pengadaannya. Bukan hanya masyarakat yang telah memiliki fasilitas seperti motor atau mobil yang dilibatkan, melainkan juga mereka yang tidak memiliki fasilitas namun tetap memerlukan mobilitas dalam kesehariannya. Partisipasi ini perlu terus diperkuat agar suara mereka dapat diperhitungkan dalam proses perencanaan, implementasi dan pengelolaan sistem transportasi kota. Transparansi merupakan satu hal penting yang tidak boleh ditinggalkan. Keterbukaan dan ketersediaan informasi selama proses merupakan penjamin terlaksananya sistem yang baik dan memihak pada masyarakat.
6) Biaya rendah dan ekonomis
Sistem transportasi yang berkelanjutan tidak terfokus pada akses bagi kendaraan bermotor semata melainkan terfokus pada seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, sistem transportasi yang baik adalah yang berbiaya rendah (ekonomis) dan terjangkau. Dengan memperhatikan faktor ini, bukan berarti seluruh pelayanan memiliki kualitas yang sama persis. Beberapa kelas pelayanan dapat diberikan dengan mempertimbangkan biaya operasi dan keterjangkauannya bagi kelas masyarakat yang dituju. Bukan biaya rendah yang menjadi kunci semata melainkan ekonomis dan keterjangkauannya.
7) Informasi
Msyarakat harus terlibat secara aktif dalam perencanaan dan pelaksanaan serta pengelolaan sistem transportasi. Untuk itu, masyarakat harus memahami latar belakang pemilihan sistem transportasi serta kebijakannya. Ini juga merupakan bagian untuk menjamin proses transparansi dalam perencanaan, implementasi dan pengelolaan transportasi kota.
8) Advokasi
Advokasi merupakan komponen penting untuk memastikan terlaksananya sistem transportasi yang tidak lagi memihak pada pengguna kendaraan bermotor pribadi semata melainkan memihak pada kepentingan orang banyak. Di banyak kota besar, seperti Tokyo, London, Toronto dan Perth, advokasi masyarakat mengenai sistem transportasi berkelanjutan telah mampu mengubah sistem transportasi kota sejak tahap perencanaan. Advokasi dapat dilakukan oleh berbagai pihak dan dalam berbagai bentuk. Penguatan bagi pengguna angkutan umum misalnya, akan sangat membantu dalam mengelola sistem transportasi umum yang aman dan nyaman.
9) Peningkatan kapasitas
Pembuat kebijakan dalam sektor transportasi perlu mendapatkan peningkatan kapasitas untuk dapat memahami paradigma baru dalam pengadaan sistem transportasi yang lebih bersahabat, memihak pada kepentingan masyarakat dan tidak lagi tergantung pada pemanfaatan kendaraan bermotor pribadi semata.
10)  Jejaring kerja
Jejaring kerja dari berbagai stakeholder sangat diperlukan terutama sebagai ajang bertukar informasi dan pengalaman untuk dapat menerapkan sistem transportasi kota yang berkelanjutan.

3.      Isu – isu penting dalam Transportasi Berkelanjutan
Beberapa isu penting yang menjadi dasar dalam menciptakan transportasi berkelanjutan, yaitu:
1)   Aksesibilitas bukan mobilitas
Bahwa yang perlu disediakan adalah bagaimana menciptakan aksesibilitas khususnya terhadap aksesibilitas terhadap penggunaan angkutan umum, bukan terhadap pengguna angkutan pribadi. Dengan demikian akan mendorong pengguna kendaraan pribadi untuk menggunakan angkutan umum dengan langkah-langkah membatasi akses terhadap parkir kendaraan pribadi.
2)   Transportasi orang bukan kendaraan pribadi
Salah satu prinsip penting yang perlu didorong adalah bagaimana kebijakan harus diarahkan untuk menciptakan keberpihakan terhadap pelayanan angkutan orang yang menggunakan angkutan umum dan kebijakan yang tidak mendukung penggunaan kendaraan pribadi dan menyulitkan masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadi.
3)   Manfaatkan lahan untuk kepentingan umum
Lahan perkotaan sebaiknya digunakan seluas-luasnya untuk kepentingan masyarakat bukan untuk jalan bagi kendaraan pribadi, ataupun untuk tempat parkir, tetapi lebih banyak digunakan untuk tempat berjalan kaki, membangun kawasan pejalan kaki, bersepeda ataupun tempat bermain untuk anak-anak yang lebih ramah terhadap lingkungan serta bisa menurunkan angka kecelakaan secara nyata.
4)   Hentikan subsidi untuk kendaraan pribadi
Subsidi untuk kendaraan pribadi sangatlah besar, khususnya subsidi yang diberikan pemerintah untuk bahan bakar, untuk pembangunan infrastruktur jalan, membangun tempat parkir maupun prasarana lain untuk mendukung penggunaan kendaraan pribadi yang tidak efisien. Subsidi ini sebaiknya malah dialokasikan untuk membangun angkutan umum dan mendukung operasional angkutan umum yang lebih efisien dalam penggunaan ruang, penggunaan bahan bakar dan sumber daya lainnya.

4.      Upaya Mewujudkan Transportasi Berkelanjutan
Bentuk-bentuk yang terkait dengan upaya pencegahan atau pengurangan jumlah perjalanan yang tidak perlu dapat berupa :
1)      Pengembangan kawasan terpadu yang masuk kategori compact city seperti kawasan super-block, kawasan mix-used zone, maupun transit-oriented development.
2)      Melakukan manajemen kebutuhan transport (TDM- Transport Demand Management).
Transport Demand Management (TDM) dilakukan melalui penerapan kebijakan dan strategi transportasi untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan mendistribusikan beban transportasi yang ada ke dalam moda transport, lokasi dan waktu berbeda. Upaya ini dianggap merupakan penanganan transportasi yang relatif murah untuk meningkatkan tingkat pelayanan jaringan transportasi. Dengan demikian penerapan TDM juga diharapkan dapat menghasilkan kondisi lingkungan yang lebih baik, meningkatkan kesehatan publik, yang pada akhirnya dapat mendorong kesejahteraan masyarakat dan tingkat kelayakan huni suatu kota.
Beberapa bentuk penerapan TDM yang mungkin dilakukan adalah:
1)      Mendorong peningkatan okupansi kendaraan melalui kebijakan ride-sharing, three-in-one, car-pooling dan lain-lain.
2)      Menyediakan sarana angkutan umum yang cepat, murah dan nyaman yang dapat menjangkau seluruh bagian kota.
3)      Menyediakan fasilitas untuk mendorong penggunaan sarana angkutan tak bermotor seperti jalur sepeda, jalur pejalan kaki yang dapat mengurangi ketergantungan kepada kendaraan bermotor.
4)      Menerapkan jam kerja yang lebih fleksibel atau penggeseran waktu kerja (staggering work hours) dan pemisahan waktu kerja dan sekolah untuk mengurangi beban lalulintas pada jam puncak.
5)      Membatasi penggunaan kendaraan pribadi melalui penerapan pembatasan plat nomor kendaraan yang dapat dioperasikan pada kawasan atau waktu tertentu.
6)      Menerapkan congestion pricing, pengenaan tarif parkir yang tinggi pada kawasan-kawasan CBD untuk memberikan disinsentif bagi pengguna kendaraan pribadi.

5.      Jenis Sarana Transportasi Berkelanjutan
Bentuk-bentuk moda angkutan yang ramah lingkungan antara lain:
1)      Pedestrian.
Penyediaan sarana dan jalur pejalan kaki yang aman dan nyaman dapat mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan kendaraan pribadi. Jarak optimum yang dapat dijangkau dengan berjalan kaki umumnya adalah sekitar 400-500 meter.
2)      Sepeda.
Sekarang dikembangkan kelompok-kelompok masyarakat yang mengusung ide penggunaan sepeda sebagai alternatif alat transportasi yang ramah lingkungan seperti gerakan Bike-to-Work (B2W). Sepeda dapat digunakan dengan kecepatan rata-rata 20 km/jam dan daya jelajah sekitar 1-5 kilometer.
3)      Sepeda Listrik.
Alternatif lain dari sepeda manual adalah sepeda yang digerakkan dengan tenaga listrik baterai yang dapat diisi ulang. Di samping lebih hemat biaya, sepeda ini juga tidak menimbulkan kebisingan dalam penggunaannya dibandingkan sepeda motor. Kecepatan berkendaraan maksimum jenis sepeda ini adalah sekitar 40-60 km/jam dengan daya jelajah hingga 60 km.
4)      Kendaraan Hybrid.
Adalah kendaraan yang dikembangkan dari bahan yang ultra-ringan tapi sangat kuat seperti komposit. Sumber tenaga kendaraan jenis ini umumnya merupakan campuran antara bahan bakar minyak dan listrik yang dibangkitkan dari putaran mesin kendaraan melalui teknologi rechargeable energy storage system (RESS). Kendaraan jenis ini diklaim sebagai memiliki tingkat polusi dan penggunaan bahan bakar yang rendah.
5)      Kendaraan berbahan bakar alternatif.
Beberapa teknologi bahan bakar alternatif seperti biodiesel, ethanol, hydrogen atau kendaraan dengan teknologi yang dapat menggunakan 2 jenis bahan bakar secara bergantian (flexible fuel vehicle).
6)      Kendaraan hypercar.
Kendaraan jenis ini memiliki fitur konstruksi yang sangat ringan, desain yang aerodinamis, penggerak berbahan bakar hybrid dan beban aksesoris yang minimal.

TELAAH
            Masalah transportasi merupakan masalah yang sangat sulit untuk untuk dipecahkan solusinya. Seperti masalah kemacetan dan masalah polusi udara, hal ini merupakan masalah yang sangat sulit dicari solusinya. Hal ini tidak hanya menimpa kota besar seperti Jakarta saja, tapi semua kota yang ada di Indonesia. Bahkan kota di Negara – Negara lain atau didunia juga mempermasalahkan masalah ini. Kesulitannya adalah untuk bagaimana mengurangi kemacetan dan menekan kadar polusi udara dari kendaraan bermotor. Dalam perencanaan sisstem transportasi harus pula diprioritaskan untuk menekan dampak negatif bagi lingkungan dengan melihat semua aspek yang ada di dalam system transportasi, mulai dari perencanaan system transportasi, model transportasi, sarana, pola aliran lalu lintas, jenis mesin kendaraan dan bahan bakar yang digunakan berdasarkan prinsip hemat energy dan berwawasan lingkungan. Pada umumnya pemecahan masalah kemacetan dan polusi udara hanya hanya diterapkan lebih banyak memecahkan masalah sekarang dan berjangka pendek, tanpa integrasi yang sesuai dengan perencanaan kotanya. Dalam mencapai system transportasi yang ramah lingkungandan hemat energy, persyaratan spesifikasi dasar prasarana jalan yang digunakan sangat menentukan. Permukaan jalan halus, misalnya akan mengurangi emisi pencemaran debu akibat gesekan ban dengan jalan. Pepohonan ditepi jalan sebagai tabir akustik atau tunggul tanah dan jalur hijau sepanjang jalan raya akan mereduksi tingkat kebisingan lingkungan pemukiman yang ada di sekitar dan sepanjang jalan, dan juga akan mengurangi emisi pencemaran udara keluar batas jalan raya.
Transportasi merupakan komponen utama dalam sistem hidup dan kehidupan, sistem pemerintahan, dan sistem kemasyarakatan. Kondisi sosial demografis wilayah memiliki pengaruh terhadap kinerja transportasi di wilayah tersebut. Tingkat kepadatan penduduk akan memiliki pengaruh signifikan terhadap kemampuan transportasi melayani kebutuhan masyarakat. Di perkotaan, kecenderungan yang terjadi adalah meningkatnya jumlah penduduk yang tinggi karena tingkat kelahiran maupun urbanisasi. Realitas transportasi publik dari kota-kota besar di Indonesia sudah menunjukkan kerumitan persoalan transportasi publik. Kerumitan persoalan itu menyatu dengan variabel pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat, jumlah kendaraan bermotor yang bertambah melebihi kapasitas jalan, dan perilaku masyarakat yang masih mengabaikan peraturan berlalu lintas di jalan raya. Kegagalan sistem transportasi mengganggu perkembangan suatu wilayah atau kota, mempengaruhi efisiensi ekonomi perkotaan, bahkan kerugian lainnya. Isu-isu ketidaksepadanan misalnya, dapat berakibat pada masalah sosial, kemiskinan ( urban/rural poverty) dan kecemburuan sosial. Dampak dari kegagalan sistem transportasi antara lain pembangunan jalan yang menyingkirkan masyarakat akibat pembebasan lahan, perambahan ruang-ruang jalan oleh pedagang kaki lima, penggunaan ruang jalan untuk parkir secara ilegal, dan makin terpinggirkannya angkutan-angkutan tradisional seperti becak dan semacamnya yang berpotensi menciptakan kemiskinan kota. Kemiskinan telah menjerat kelompok masyarakat berpenghasilan rendah akibat dari sistem transportasi yang tidak mampu melindungi mereka. Sistem transportasi merupakan elemen dasar infrastruktur yang berpengaruh pada pola pengembangan perkotaan. Pengembangan transportasi dan tata guna lahan memainkan peranan penting dalam kebijakan dan program pemerintah. Pengembangan infrastruktur dalam sektor transportasi pada akhirnya menimbulkan biaya tinggi. Keterlibatan masyarakat dalam pembenahan atau restrukturisasi sektor transportasi menjadi hal yang mendesak.
Perencanaan transportasi merupakan bagian yang tidak  dapat dipisahkan dari sebuah perencanaan wilayah dan kota. Perencanaan kota tanpa mempertimbangkan keadaan dan pola transportasi yang akan terjadi sebagai akibat dari perencanaan itu sendiri, nantinya akan menimbulkan keruwetan lalu lintas di kemudian hari, yang dapat berakibat dengan meningkatnya kemacetan lalu lintas, dan akhirnya meningkatnya pencemaran udara.
Beberapa upaya dalam rangka penerapan rekayasa dan pengelolaan lalu lintas, antara lain perbaikan sistem lampu lalu lintas dan jaringan jalan, kebijaksanaan perparkiran, serta pelayanan angkutan umum.
Rencana tata guna lahan dalam perencanaan wilayah dan kota dipengaruhi oleh rencana pola jaringan jalan, yang akan merupakan pengatur lalu lintas. Jadi ada kaitan antara perencanaan kota dengan perencanaan transportasi. Perencanaan kota mempersiapkan kota untuk menghadapi perkembangan dan mencegah timbulnya berbagai persoalan, agar kota menjadi suatu tempat kehidupan yang layak. Perencanaan transportasi mempunyai sasaran mengembangkan sistem transportasi yang memungkinkan orang maupun barang bergerak dengan aman, murah, cepat, dan nyaman. Jelas, bahwa perencanaan sistem transportasi akan berdampak terhadap penataan ruang perkotaan, terutama terhadap prasarana perkotaan. Untuk menghindari dampak yang bersifat negatif, perlu diterapkan sistem perencanaan yang memadai serta sistem koordinasi interaktif dengan melibatkan berbagai instansi yang terkait.dengan meningkatnya kemacetan lalu lintas,dan akhirnya meningkatnya pencemaran udara.
Jenis kendaraan yang digunakan sebagai alat transportasi merupakan bagian di dalam system transportsi yang akan memberikan dampak bagi lingkungan fisik dan biologi akibat emisi pencemaran udara dan kebisingan. Keduanya jenis pencemaran ini sangat ditentukan oleh jenis dan kinerja mesin penggerak yang digunakan. Karena itu redesain produksi kendaraan bermotor wajib dilakukan. Pemerintah melalui kewenangannya harus harus mendesak produksi kendaraan bermotor untuk menggunakan mesin yang ramah lingkungan, yang memenihi standart emisitidak bising dan menngunakan bahan bakar yang bebas timbale.
            Transportasi tidak pernah lepas dari aspek pendukung lain, seperti ekonomi, teknik, hukum dan social budaya. Pergerakan transportasi tentu berkaitan dengan perpindahan barang dan jasa dari satu tempat ke tempat yang lain.perdagangan tidak akan pernah ada tanpa transportasi. Misalnya dari perdagangan, muncul antar manusia yang berkaitan dengan social budaya, kemudian juga hubungan interaksi antar manusia dalam transportasi ini diatur dalah hukum transportasi.
            Permasalahan transportasi sekarang adalah macet, banyaknya kemacetan di jalan, pungutan liar, dan lain sebagainya. Jika kita lihat lebih dalam penyebab semua ini adalah ETIKA. Bukan hanya etika dalam transportasi saja melainkan ke seluruh aspek kehidupan. Dalam hal ini kita sudah tahu bagaimana etika bangsa Indonesia sekarang. Degradasi moral besar – besaranmelanda Indonesia dan kita tidak tau bagaimana mengubahnya. Seperti merapikan benang yang kusut kita sulit mencari ujung benangnya.
            System jaringan transportasi di Indonesia saat ini jauh dari baik. Padahal pergerakan penumpang dalam dan antar wilayah , pergerakan ekonomi, jaringan distribusi dan system logistic barang dan jasa sangat bergantung pada system jaringan transportasi.
            Transportasi merupakan komponen utama dalam sistim hidup dan kehidupan, sistin pemerintahan, dan sistim kemasyarakatan. Kondisi social demografis wilayah memiliki pengaruh terhadap kinerja transportasi di wilayah tersebut. Tingkat kepadatan penduduk akan memiliki pengaruh signifikan terhadap kemampuan transportasi melayani kebutuhan masyarakat. Di perkotaan, kecendrungan yang terjadi adalah meningkatnya jumlah penduduk yang tinggi karena tingkat kelahiran maupun urbanisasi. Tingkat urbanisasi berimplikasi pada semakin padatnya penduduk yang secara langsung maupun tidak langsung mengurangi daya saingdari transportasi wilayah (Susantoro dan Parikesit, 2004:14). Hal tersebut menjadikan salah satu factor penyebab kerumitan system transportasi perkotaan.
            Kerumitan persoalan itu menyatu dengan variable pertambahan jumlah pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, jumlah kendaraan bermotor yang terus bertambah melebihi kapasitas jalan, dan prilaku masyarakat yang masih mengabaikan peraturan berlalu lintas di jalan raya. Kegagalan system transportasi mengganggu perkembangan suatu wilayah atau kota, mempengaruhi efisiensi ekonomi perkotaan, bahkan kerugian lainnya. Isu – isu yang tidak sepadanan atau kesenjangan misalnya, dapat berakibat pada masalah social, kemiskinan (urban/rural proverty) dan kecemburuan social. Dampak dari kegagalan sistem transportasi antara lain pembangunan jalan yang menyingkirkan masyarakat akibat pembebasan lahan, perambahan ruang – ruang jalan pedagang kaki lima, penggunaan ruas jalan untuk parker secara illegal, dan makin terpinggirkannya angkutan – angkutan tradisional seperti becak dan semacamnya yang berpotensi menciptakan kemiskinan kota. Kemiskinan telah menjerat kelompok masyarakat berpenghasilan rendah akibat dari system transportasi yang mampu melindungi mereka.
            Selain itu kerumutan dalam transportasi public bukan hanya permasalahan pemerintah, oprator saja, malainkan juga masyarakat. Fenomena yang muncul akhir – akhir ini mengedepankan wajah transportasi publik yang kurang memberikan kenyamanan, keamanan dan keterjangkauan dan masih mengesankan biyaya social dan ekonomi tinggi. Hal ini berakibat pada peminggiran masyarakat secara tidak langsung untuk melakukan mobilitas.
            Manfaat terbesar bagi pengendara dan bukan pengendara dari peningkatan perbaikan transportasi publik akan sangat membantu mengurangi kemacetan jalan, polusi udara, serta konsumsi minyak dan energy. Kota merupakan sebuah ciptaan yang bertujuan untuk memaksimalkan pertukaran (barang – barang, jasa, hubungan persahabatan, pengetahuan dan gagasan), serta meminimalisasi perjalanan. Peran transportasi adalah untuk memaksimalkan kegiatan pertukaran.
            Kajian tentang transportasi bisa dilakukan dari berbagai perspektif, yaitu dari lingkup pelayanan spasialnya yang menjadikan dasar bagi birokrasi dalam membagi kewenangan pengaturan penyelenggaraan transportasi. Transportasi dipilih menjadi transportasi privat dan public. Transportasi public dapat diartikan sebagai angkutan umum, baik orang maupun barang, dan pergerakan dilakukan dengan moda tertentu dengan cara membayar.
Fenomena transportasi publik terkait dengan logika modernisasi dan kapitalisme. Fenomena mencuatnya persoalan trans-portasi publik di kota - kota besar di Indonesia saat ini tidak dapat diselesaikan secara teknis saja. Pergeseran pola perilaku masyarakat dengan adanya angkutan massal, berupa bus way, kereta api misalnya dapat dimaknai sebagai suatu perubahan yang cukup berarti dalam pemilihan moda trans-portasi oleh masyarakat. Bagi pengguna jasa transportasi dengan adanya angkutan massal berarti ada perubahan itu menyangkut pola mobilitas penduduk, pola perilaku bertransportasi. Bagi pemerintah penyelenggaraan transportasi public berarti adanya pemerintah membuat kebijakan untuk pengadaan transportasi itu mulai dari yang bersifat teknis, social hingga politis, seperti pengadaan lahan, penataan ruang, modal, dan sebagainya. Ini pada interaksi pemerintah dengan kekuatan capital. Untuk membangun system transportasi publik  berkelanjutan perlu adanya revitalisasi dalam semua aspek yang berkaitan dengan transportasi publik. Pemerintah kota berperan penting dalam membuat perencanaan dan implementasi kebijakan transportasi publik.
Berbagai kebijakan yang mempenga-ruhi masalah transportasi harus di-harmonisasikan, sehingga keduanya dapat berjalan seiring, misalnya, program untuk mendorong penggunaan transit massa dan mengurangi perjalanan dengan mobil berpenumpang satu (single-occupant car travel).
Hal penting lainnya adalah meningkatkan integrasi transportasi dan perencanaan pemanfaatan lahan. Peningkatan dalam elemen tunggal dan terpisah dari sistem transit atau rencana transportasi, jarang memiliki pengaruh yang kuat. Sedangkan pendekatan sistematis dapat memunculkan energi untuk memperkuat sistem transportasi dan memperbaikinya.
Sistem transportasi merupakan elemen dasar infrastruktur yang berpengaruh pada pola pengembangan perkotaan. Pengembangan transportasi dan tata guna lahan memainkan peranan penting dalam kebijakan dan program pemerintah. Pengembangan infrastruktur dalam sektor transportasi pada akhirnya menimbulkan biaya tinggi. Keterlibatan masyarakat dalam pembenahan atau restrukturisasi sektor transportasi menjadi hal yang mendesak.
a.       Guna mewujudkan perencanaan transportasi yang merupakan satu kesatuan dalam lingkup nasional maupun regional, pemerintah pusat, dalam hal ini departemen perhubungan, telah membuat konsep perencanaan transportasi yang disebut dengan tatanan transportasi ( departemen Perhubungan, 2005). Tatanan transportasi merupakan suatu perwujudan dari tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman terdiri dari semua jaringan dan moda transportasi. Keberadaan tatanan transportasi ini dilatarbelakangi oleh adanya otonomi daerah. Secara lingkup daerah, tatanan transsportasi dapat diwujudkan dalam lingkup berikut ini. Dalam ruang lingkup Nasional , disebut Tatanan Transportasi Nasional (Tatranas), yang bertujuan membentuk suatu system pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisiendan berfungsi melayaniperpindahan orang dan atau barang antar simpul atau kota Nasional (SKN) dan dari simpul atau kota nasional ke luar negri atau sebaliknya.
b.      Dalam ruang lingkup provinssi, disebutkan Tatanan Transportasi Wilayah (Tatrawil), yang bertujuan membentuk suatu system pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien dan berfungsi melayani perpindahan orangdan atau barangantar simpul kota wilayah (SKW, dan dari simpuk atau kota wilayah ke simpul atau kota nasional atau sebaliknya.
c.       Dalam ruang lingkup Kabupaten atau Kota, disebut Tatanan Transportase Lokal (Tatrakol), yang bertujuan membentuk sesuatu system pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisiaen dan berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang antar simpul atau kota local (SKL), dan dari simpul local ke simpul wilayah dan simpul nasional terdekat atau sebaliknya, dan dalam kota.
Dalam pelaksanaannya, ketiga Tataran Transportasi tersebut diharapkan dapat dikembangkan secara terpadu dengan memperjelas dan mengharmoniskan peran masing-masing instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah yang terlibat di bidang pengaturan, administrasi dan penegakan hukum, berdasarkan asas dekonsentrasi dan desentralisasi, menentukan bentuk koordinasi dan konsultasi termasuk mekanisme hubungan kerja antar instansi pemerintah baik di pusat, daerah, penyelenggara dan pemakai jasa transportasi, serta meningkatkan keterpaduan perencanaan antara pemerintah, pemerintah Provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam berbagai aspek.
Upaya merevisi Undang-undang (UU) Transportasi ditargetkan selesai pada tahun 2009. UU transportasi yang saat ini dibahas untuk direvisi adalah UU No 13 tahun 1992 tentang Kereta Api, UU No 15 tahun 1992 tetang Transportasi Udara, UU No 21 tahun 1992 tentang Transportasi Laut dan UU No 14 tahun 1994 tentang Trans-portasi Darat. Revisi UU transportasi ini dianggap penting karena menyangkut pelayanan publik. Sebab hal ini menyangkut transportasi antara moda transportasi. Pola pengambilan kebijakan transportasi yang terlalu menganakemaskan jalan darat, justru dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk menguatkan lobi - lobi ekonomi guna mencapai keuntungan.
Kebijakan Transportasi Publik tidak hanya pemerintah yang menghadapi masalah dalam mengelola transportasi publik, tetapi juga operator/pengusaha menghadapi masalah yang mencakup hal - hal berikut:
(1) keuntungan yang rendah karena pembatasan tarif dan biaya-biaya yang meningkat,
(2) tidak ada kepastian kelaikan usaha,
(3) efisiensi yang rendah disebabkan penundaan lama di terminal,
(4) operator sebagai penyewa bus, bukan operator bus,
(5) operasi dibatasi oleh sistem perizinan, beberapa operator pada satu trayek, dan berbagai pungutan liar,
(6) keuntungan yang menurun karena peningkatan kemacetan,
(7) hampir tidak ada ruang untuk prakarsa trayek-trayek baru atau jenis-jenis pelayanan baru,
(8) operator sebagai penyewa bus, bukan operator bus, dan
(9) keuntungan yang menurun karena peningkatan kemacetan.
Aksesibilitas Masyarakat
Pelayanan angkutan publik buruk bisa dilihat dari:
(1) tingkat pelayanan rendah (yang meliputi waktu tunggu tinggi, lamanya waktu perjalanan, ketidaknyamanan dan keamanan didalam angkutan umum);
(2) tingkat aksesibilitas rendah (bisa dilihat dari masih banyaknya bagian dari kawasan perkotaan yang belum dilayanan oleh angkutan umum, dan rasio antara panjang jalan di perkotaan rata-rata masih dibawah 70%, bahkan dibawah 15% terutama di kota metropolitan, kota sedang, menengah dan
(3) biaya tinggi. Biaya tinggi ini akibat rendahnya aksesibilitas dan kurang baiknya jaringan pelayanan angkutan umum yang mengakibatkan masyara-kat harus melakukan beberapa kali pindah angkutan dari titik asal sampai tujuan, belum adanya keterpaduan sistem tiket, dan kurangnya keterpautan moda.
Kondisi system transportasi di perkotaan pada saat ini sebagian besar pemakaian angkutan umum masih mengalami beberapa aspek negative system angkutan jalan raya yaitu :
1)      Tidak adanya jadwal yang tepat,
2)      Pola rute yang memaksa terjadinya transfer,
3)      Kelebihan penumpang ketika jam sibuk,
4)      Cara mengemudikan kendaraan yang sembarangan dan membahayakan keselamatan,
5)      Kondisi internal dan eksternal yang buruk.
Terdapat berbagai masalah lain yang menunjukkan bahwa system angkutan umum perkotaan belum menyediakan kondisi yang sangat memuaskan. Di antaranya  adalah kondisi angkutan umum perkotaan yang tergambarkan dalam bentuk pola pengoprasian trayek pada jaringan jalan yang tidak di kategorikan menurut jenis kendaraannya dan pola oprasinya. Secara keseluruhan trayek angkutan umum membentuk angkutan umum perkotaan yang mempunyai pola pola pelayanan yang sesuai dengan jaringan jalan yang ada.
Secara umum permasalahan transportasi di perkotaan di pengaruhi oleh beberapa kondisi sebagai berikut :
1)                  Sarana dan prasarana lalu lintas masih terbatas,
2)                  Menejemen lalulintas belum berfungsi secara optimal,
3)      Pelayanan angkutan umum belum memadai, seperti kurang seimbangnya jumlah angkutan umum dengan jumlah pejalanan orang yang harus dilayani,
4)      Kedisiplinan pemakaian jalan masih rendah.
Masalah transportasi perkotaan yang lain adalah masalah parkir. Masalah ini tidak hanya terbatas di kota-kota besar saja. Tidak ada fasilitas parkir di dekat pasar-pasar. Beberapa supermarket hanya mempunyai tempat parkir yang begitu sempit, yang hanya dapat menampung beberapa kendaraan roda empat saja. Beberapa gedung pertunjukan/gedung bioskop bahkan tidak mempunyai fasilitas parkir untuk kendaraan roda empat.
Kondisi angkutan darat di kota Surabaya juga memerlukan penanganan secara komprehensif dengan melibatkan berbagai pihak terkait. Surabaya sebagai kota yang sedang giat tumbuh dan berkembang maka bisa dipastikan bahwa ke depannya kota Surabaya dipenuhi oleh kendara an bermotor (mobil dan sepeda motor) sebagai moda angkutan yang dipilih masyarakat karena sifatnya yang cepat, efisien, dan dapat melambang-kan status dirinya sebagai seorang yang sukses dalam menjalani kehidupan yang menjalankan nilai-nilai modernitas. Ketika pelayanan bus merosot, orang akan berusaha mendapatkan kendaraan pribadi baik itu mobil maupun motor. Dengan meningkatnya perjalanan pribadi maka kemacetan semakin meningkat dan perjalanan menjadi lambat atau kecepatan menjadi berkurang. Dengan merosotnya kecepatan bus, produktivitas akan merosot dan biaya menjadi lebih besar. Karena biaya naik maka ongkos bus juga harus naik atau pelayanan disubsidi atau dicabut harus disubsidi atau dicabut. Naiknya ongkos angkutan atau dicabutnya pelayanan akan mengantar pada penurunan yang akan mengantar pada minat naik bus yang akan mengantar pada lebih banyaknya perjalanan dengan kendaraan pribadi dan kemacetan yang lebih parah. Fasilitas yang ada dalam angkutan publik, bus kota, angkot (mikrolet/bemo) masih belum memberikan kenyamanan bagi penggunanya.
Keterpaduan antar moda juga akan meningkatkan penggunaan angkutan umum. Dengan keterpaduan tersebut, akan memudahkan perjalanan, walaupun harus berganti moda sampai beberapa kali. Berdasarkan jenis/moda kendaraan, sistem jaringan transportasi dapat dibagi atas transportasi darat, laut dan udara. Transportasi darat terdiri dari transportasi jalan, penyeberangan dan kereta api. Kesemua moda tersebut harus merupakan satu kesatuan. Keterpaduan antar moda dapat berupa keterpaduan fisik, yaitu titik simpul pertemuan antar moda terletak dalam satu bangunan, misalnya bandara, terminal bus dan stasiun kereta api merupakan satu bangunan atau terletak berdekatan atau keterpaduan sistem, yaitu titik simpul dari masing-masing moda tidak perlu pada satu bangunan, tetapi ada suatu sitem jaringan transportasi yang menghubungkan titik simpul antar moda, sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh. Keterpaduan secara sistem juga menyangkut jadual keberangkatan, pelayanan pembelian karcis serta pengelolaannya.
Yogyakarta yang mempunyai daya tarik wisata yang cukup tinggi akan menyebabkan banyaknya pengunjung di pusat-pusat wisata dan pusat kota (Malioboro) yang menguntungkan dari segi perekonomian, tetapi perlu difasilitasi dengan sarana prasarana yang memadai, termasuk sistem transportasi yang handal. Di sisi lain, Yogyakarta akan tetap dibanjiri oleh penduduk pendatang karena daya tariknya sebagai kota pendidikan. Resultan dari semua itu adalah bahwa kota menjadi tempat dengan pergerakan orang dan kendaraan makin menjadi sulit dan mahal. Biaya sosial akan menjadi bagian yang dominan dari biaya perjalanan perkotaan (urban travel disutility), padahal “externalities” dan “intangibles” yang lainnya tidak pernah diperhitungkan di dalam proses perencanaan dan manajemen transportasi kota. Ketidakberdayaan kota bukan lagi “economic assets” akan tetapi justru menjadi “economic liability”. Dipandang dari sisi rasio jalan dengan lahan kota, memang masih perlu membangun jaringan jalan baru, termasuk jembatan layang, namun membangun jaringan jalan kota termasuk jalan bebas hambatan di tengah-tengah kota bukan saja sangat mahal karena langka dan mahalnya lahan, namun juga tidak akan menghilangkan kemacetan masif oleh karena adanya cadangan lalulintas kendaraan yang terbangkitkan (reservoir of traffic) yang selalu siap menunggu dan mengisi setiap jengkal kapasitas ruang jalan yang diberikan oleh fasilitas baru tersebut dan dalam waktu singkat membuat kemacetan baru. Perencanaan dan kebijakan transportasi kota oleh karenanya harus berubah, yakni dari pendekatan membangun sistem prasarana (supply side) menjadi pendekatan manajemen dan efisiensi sistem (demand side). Paradigma baru ini berpegang kepada prinsip manajemen sistem transportasi (MST) dan bertujuan mencari keseimbangan antara sistem angkutan umum yang mewakili pergerakan manusia di kota dengan sistem jalan raya yang mewakili pergerakan kendaraan pribadi. Artinya, selain sistem jaringan jalan kota yang memadai bagi pergerakan angkutan pribadi, kota yang efisien juga harus mampu menyediakan sistem angkutan massal yang secara efisien dan handal mampu melakukan angkutan orang dalam jumlah besar dan dalam waktu yang relatif singkat.
Kesemuanya ini memang memerlukan suatu kebijakan yang dapat mendukung perkembangan angkutan umum perkotaan. Akan tetapi, dampak social dari kebijakan tersebut perlu di perhitungkan. Sosialisasinya kepada masyarakat perlu dilakukan secara terus – menerus. Aspirasi dari setiap unsur masyarakat perlu di dengar. Dampak negatif dari rencana kebijakan harus diminimalkan, bahkan kalu dapat tanpa menimbulkan dampak negatif. Kebijakan angkutan umum harus mengakomodir aspirasi dari oprator - oprator angkutan umum yang ada. Meraka harus dilibatkan secara aktif dalam pengambilan keputusan. Suatu alternatif perbaikan bus perkotaan yang saat ini dalam proses pelaksanaan di Yogyakarta adalah dengan merubah menejemen pelayanan bus perkotaan menjadi sistem buy the service (Munawar, 2006). Sistem ini akan merombak secara total sistem yang ada saat ini, yaitu sistem setoran. Pengelolaan angkutan umum dilakukan secara bersama – sama antara pemerintah dan oprator yang ada. Semua pihak yang terkait dengan angkutan umumperkotaan di ikutsertakan dalam sistem yang baru tersebut, mulai dari koprasi – koprasi, operator, crew dan juga meraka yang terlibat secara informalpada bisnis angkutan umum perkotaan ini. Tidak ada penambahan jumlah bus perkotaan. Oprator bus yang lama memberikan kesempatan untuk mengganti menjadi bus yang baru. Biyaya penggantian bua akan di subsidi oleh pemerintah. Selain dengan menyediakan bus dengan kualitas yang baik, juga termasuk penyediaan halte – halte di tempat henti yang sudah di tentukan. Bus – bus dirancang khusus, denagn lantai dasar bus agak tinggi, sehingga penumpang dapat turun di halte saja. Pembelian karcis dilakukan di halte, sehingga sopir tidak memegang uang lagi. Sopir, satpam (untuk menjaga keamanan dalam bus dan halte) serta penjual karcis digaji tetap (minggu atau bulanan). Penjualan karcis dilakuakn dengan mesin tiket, sehingga dimungkinkan menggunakan tiket harian, minguan dan bulanan bahkan pada jangka panjang dimungkinkan menjadi menjadi smart  card, misalnya kartu ATM sekaligus kartu mahasiswa dan tiket bus. Crew bus perkotaan di ambil dari crew bus perkotaan yang lama, termasuk mereka yang ikut serta dalam bisnis angkutan umum perkotaan ini secara formal. Standart pelayanan dan judual perjalanan di tentukan secara tepat oleh badan pengelola, yang terdiri dari pemerintah provinsi, pemerintah kota, organisasi dan koperasi angkutan ya ng ada pada saat ini.
Pengelolaan dilakukan secara bersama-sama, dengan suatu perjanjian bersama antara pihak-pihak yang mengelola. Jika ada kerugian, maka Pemerintah Provinsi akan menanggung kerugian tersebut dalam bentuk subsidi. Sosialisasi sudah dilakukan kepada para crew angkutan umum perkotaan dan disambut dengan sangat antusias. Sistem ini juga sudah disosialisasikan kepada juru parkir dan pedagang kaki lima. Mereka tidak menolak sistem tersebut, karena memang tidak akan berpengaruh terhadap pekerjaan mereka.
Dari masalah masalah diatas sepeda motor merupakan salah satu moda transportasi yang paling tinggi menunjang masalah kemacetan dan polusi di transportasi darat. Saat ini speda motor merupakan raja jalanan di semua kota di Indonesia. Salah satu kota yang memiliki banyak moda transportasi speda motor adalah kota Jakarta. Kota Jakarta sebagai kota metropolitan dimana kehidupan social dan ekonomi masyarakat sangat dinamis. Berdasarkan data yang ada, 75 persen dari total kendaraan bermotor yang ada. Saat ini Indonesia tercatat sebagai pangsa pasar sepeda motor ketiga setelah cina dan india. Rata-rata pertambahan sepeda motor di cina per tahunnya sekitar 12 juta unit, di india sebesar 6,5 juta unit, sementara Indonesia sebesar 5 juta unit.
Pertumbuhan yang sangat pesat ini tentu menimbulkan banyak permasalahan, ketertiban kelancaran dan keselamatan lalu lintas, populasi yang tumbuh cepat dan berjalan beriringan dengan kondisi sosisal ekonomi masyarakat seperti sekarang ini rawan menimbulalkan potensi tindak pidana dengan obyek speda motor. Jumlah kendaraan yang semakin hari terus bertambah, sementara pembangunan infrastruktur berupa jalan dan fasilitasnya, serta pengembangan jaringan jalan tidak bisa mengimbanginya.
Pertumbuhan sepeda motor di kota- kota besar dikarenakan oleh berbagai hal, antara lain :
1)      Buruknya angkutan umum yang tidak memberikan keamanan, kenyamanan,dan ketepatan waktu bagi penumpang. Hal ini mendorong penumpang untuk memilih moda alternative yang sesuai dengan kekuatan ekonominya dan bisa menjadi pengganti kebutuhan transportasinya juga tidak menggunakan angkutan umum.
2)      Speda motor merupan moda transportasi yang sangat cepat sehingga cocok untuk melakukan mobilitas bagi masyarakat.
3)      Mekanisme jual beli sepeda motor yang sangat mudah, sehingga masyarakat dapat memiliki kendaraan transportasi berupa speda motor hanya dengan membayar uang muka Rp. 500.000 saja. Hal ini merupakan salah satu factor utama yang mendukung pengguna speda motor yang sangat membludak seperti sekarang.
4)      Regulasi speda motor yang sangat longgar, sehingga bagi produsen pun tidak ada pembatasan untuk memproduksi dan menjual. Kapasitas produksi pabrik sepeda motor hingga saat ini hanya 3,5 juta per unit per tahun.
Studi Kasus Bogota dan Curitiba
Solusi untuk mengurangi kemacetan dan polusi udara adalah dengan mengurangi kendaraan bermotor dan menggencarkan penggunaan kendaraan umum dengan menyediakan sarana angkutan umum yang dapat memberikan jaminan kenyamanan dan ketepatan waktu, sehingga para pengguna kendaraan pribadi mau beralih menggunakan angkutan umum tersebut. Pembangunan sarana angkutan umum masal merupakan salah satu solusi untuk mengatasi kemacetan lalu lintas yang semakin parah. Salah satu jenis angkutan massal adalah angkutan dengan bis yang disebut Bus Rapid Transit (BRT). Berbeda dengan angkutan yang menggunakan jalur rel (rail transit) tersendiri, maka angkutan dengan bus kota beroperasi pada suatu jalur terbagi dalam suatu sistem yang terbuka dan bebas. Dalam kondisi semacam ini, bus-bus menghadapi kelambatan yang disebabkan oleh interaksi dengan kendaraan-kendaraan lain dan adanya lampu lalu lintas pada persimpangan. Kedua faktor ini sangat berpengaruh pada operasi perjalanan. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi dampak negatif pada perjalanan bis, antara lain dengan menggunakan lajur tersendiri untuk bus (busway). Cara ini cukup efektif dalam mengatasi kemacetan lalu lintas, tetapi biayanya mahal, dan untuk kota-kota tertentu dengan ruang yang terbatas untuk jalan, cara ini tidak memungkinkan untuk dilakukan.
Keuntungan dari cara ini adalah waktu tempuh yang lebih singkat bagi kendaraan angkutan bis pada busway, serta kapasitas angkut yang relatif lebih besar daripada kendaraan-kendaraan pribadi atau kendaraan komersial yang lain (misalnya taksi). Hal ini belajar dari daerah bagota, ibukota kolombia. Bagota merupakan kota yang sekarang sudah terbebas dari kemacetan kota dan berhasil menciptajan tatanan sistem transportasi yang berkemanusiaan. Sistem dan formulasi kebijakan yang sudah berhasil diterapkan di Bogota (membuat jalur khusus bus). Di Bogota, Columbia sistem busway memakai bis-bis gandeng (articulated bus), dengan kapasitas lebih besar daripada bis tunggal. Jalur khusus bis seharusnya hanya dipisah dengan marka jalan, bukan dengan pemisah (separator) dari blok-blok beton. Pemisahan memakai separator mempunyai beberapa kelemahan, antara lain berkurangnya lajur bagi kendaraan non bis, yang mengakibatkan timbulnya kepadatan (bahkan kemacetan) lalu lintas pada lajur di luar busway. Di samping itu, dengan adanya lajur khusus bagi bis yang lebarnya hanya muat untuk satu badan bis, akan menimbulkan kesulitan apabila terjadi bis mogok (akibat kerusakan mesin, ban pecah, dan lain-lain). Hal ini dapat menimbulkan kelambatan / kacaunya jadwal (schedule) angkutan bis kota. Lajur khusus bis (busway) ini hanya dikenakan pada jalur-jalur tertentu saja, sehingga tidak semua jalur jalan mengalami perubahan pola lalu lintas. Cara ini memerlukan pengaturan lalu lintas yang cukup rumit, terutama di persimpangan / perempatan jalan, di samping biaya investasi dan pengoperasian yang sangat besar. Pengaruh busway terhadap pengurangan volume lalu lintas hanya terbatas pada jalurjalur jalan yang menggunakan busway, sedangkan pada jalur-jalur yang lain praktis tidak mengalami perubahan yang berarti.
Kota berpenduduk sekitar tujuh juta jiwa itu dianggap berhasil mengubah diri dari sebuah kota yang terkenal macet, kumuh dan carut – marut menjadi kota yang layak hini dengan lalu lintas serba apik.
            Tahun 1995, Bogota memiliki kondisi yang nyaris sama dengan Jakarta, yakni semrawut, penuh dengan pedagang asongan dan gelandangan. Namun sejak tahun 1998 pemerintah Bogota memiliki inisiatif untuk membenahi menjadi kota layak huni seperti saat ini. Bogota awal bulan ini dalam tempo yang relatif cepat, tiga tahun, Bogota sudah membangun jalan khusus bersepeda terpanjang di Amerika Latin sepanjang 250 kilometer serta jalur khusus pejalan kaki mencapai 20 kilometer.
            Mereka menerapkan sistem busway dengan membangun sistem transportasi massal bernama Trans Milenio sepanjang 40 kilometer dan tengan menyelesaikan tahap kedua dari rencana besar jaringan transportasi massal sepanjang 132 kilometer. Infrastruktur trans Milenio ini terdiri dari koridor eksklusif, sistem angkutan yang membawa penumpang dari rumah ke stasiun atau halte alias freeder sistem, stasiun atau halte dan fasilitas pelengkap lainnya.
            Investasi yang dilakukan sekitar US $5 juta per kilometer. Sistem ini mulai dijalankan pada Desember 200 dan mampu melayani 550.00 perjalanan perlima hari kerja dalam 35,5 kilometer jalur khusus, 56 stasiun, 351 bus gandeng dan 110 feeder bus.
            Setelah sembilan bulan pengoprasian sistem ini, Bogota mampu mengurangi kecelakaan yang menyebabkan kematian hingga 50 persen, polusi udara berkurang sebanyak 40 persen serta 32 persen penurunan waktu perjalanan. Selain itu, pemerintah Bogota juga telah memperluas taman kotanya hingga lebih dari 3500 buah demi kota layak huni. Singkatnya, Bogota yang dicap sebagai kota dengan sistem transportsi apik itu akan berusaha ditiru oleh pemerintah daerah (Pemda) Jakarta.
Selain Tobago, Di Curitiba, sistem busway dan tata guna lahan terintegrasi secara komprehensif dan menjadi dua elemen perkotaan yang saling menguatkan. Perencanaan transportasi terpadu dengan perencanaan penggunaan lahan, menyerukan budaya, sosial, dan transformasi ekonomi kota. Hal ini mendorong pertumbuhan komersial di sepanjang arteri transportasi dan keluar dari pusat kota.
Busway yang ada du Curitiba memiliki daya angkut hingga  270 penumpang dengan 340 rute dan 1902 bus telah berhasil mengurangi ketergantungan masyarakat di Curitiba pada kendaraan pribadi. Penduduk hanya mengeluarkan 10% dari pendapatan tahunan mereka untuk transportasi. Berdasarkan hasil survei pada tahun 1991, telah terjadi penurunan sekitar 27 juta perjalanan mobil per tahun dan penghematan 27 juta liter bahan bakar per tahun. Sebelumnya, 28% dari penumpang bus adalah para pengendara mobil. Curitiba kini menjadi salah satu kota dengan tingkat polusi terendah di dunia karena konsumsi energi yang rendah karena mampu menurunkan konsumsi BBM perkapita penduduk rata-rata hingga 30% lebih rendah dibandingkan dengan 8 kota lainnya di Brasil (Fox, 2008).
Curitiba adalah pemimpin dunia dalam perencanaan kota yang efisien dalam energi. Kota ini berhasil mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan polusi udara. Terintegrasinya perencanaan kota dengan lingkungan selain dibuktikan dari transportasinya juga berkaitan dengan kontribusi terhadap perbaikan kualitas hidup, yakni antara lain:
1.      Curitiba memiliki tingkat daur ulang tertinggi di dunia (Hare, 2009);
2.      Curitiba memiliki pusat kota terbesar dengan daerah perbelanjaan pejalan kaki di Dunia;
3.      Masuk ke dalam 10 kota terbaik di dunia untuk bersepeda (Sangkilawang, 2010);
4.      Curitiba telah membangun banyak taman indah untuk pengendalian banjir daripada kanal beton.(Hare, 2009);
5.      Menggunakan domba sebagai pemotong rumput karena secara ekonomi dan lingkungan lebih murah dari mesin pemotong rumput (Hare, 2009);
6.      Pendapatan rata-rata per orang adalah 66% lebih besar daripada rata-rata Brasil (Hare,2009).

Terdapat perbedaan antara sistem transportasi di indonesia dengan di Curitiba. Sebagai contoh perbandingan pertama adalah transportasi publikdi Bandung. Kota Bandung memiliki area seluas 167 km2 , yaitu hanya 39 persen dari luas Curitiba dengan jumlah penduduk 2,5 juta jiwa ini, yaitu 78 % lebih kecil dari Curitiba. Bandung telah mengoprasikan angkutan kota yang berdaya angkut 10-15 orang sebagai transport publik utama. Sekarang ini jumlah angkot telah mencapai lebih dari 5.500 unit, yautu 5 kali lipat lebih banyak dengan jumlah bus di Curitiba dengan panjang trayek total 437 km. dengan kapasitas tiap unitnya yang kecil,maka efisiensi energinyajauh dari optimal karena memerlukan jumlah unit yang banyaksehingga juga menambah volume polusi udara, diperparah pula dengan kondisi yang tidak nyaman. Angkutan kota dengan jumlah yang banyak itu berebut jalan dengan kendaraan pribadi, ditambah dengan tidak adanya kejelasan dimana angkutan berhenti dan menaikkan penumpang sehingga menimbulkan kemacetan.
            Contoh perbandingan kedua adalah Bus trans Jakarta. Memiliki kapasitas angkut yang jauh lebih kecil yakni hanya 85 penumpang (30 duduk dan 55 berdiri). Keterbatasan kapasitas angkut ini menyebabkan tidak terangkutnya calon penumpang yang menunggu di halte sehingga pada halte pada jam – jam sibuk pagi dan sore hari terjadi penumpukan calon penumpang akibat waktu menunggu yang terlalu lama. Hal ini diperparah dengan kurangnya jumlah armada yang beroprasi di masing – masing koridor sehingga interval kedatangan antar bus sangat lama. Selain memiliki keterbatasan kapasitas angkut, Trans jakarta juga kekurangan armada, sehingga terjadi ketimpangan kebutuhan antara armada angkut dan kebutuhan pengangkutan.
            Laju khusus bus (busway0 Trans Jakarta berada di tengah jalan, dengan 1 lajur per arah dan lebih minimum 3,6 meter (susilo, 2008). Antara bus Trans jakarta tidak dapat saling mandahului karena lajur yang dimiliki hanya 1 lajur. Kondisi permukaan jalan pada lajur busway secara umum masih dalam kondisi baik. Peruntukan lajur untuk bus 9busway0 Trans Jakarta berbeda dengan
Kondisi Jakarta
Jakarta pada tahun 2000 berpenduduk sekitar 7,7 juta jiwa dengan jumlah kendaraan umum 17.00buah dan panjang jalan 11.000 kilometer saat ini ada sekitar 22.000 angkutan umum yang 50 persennya adalah mikrolet. Trayek baik bus besar, bus sedang dan mikrolet saling tumpang tindih satu sama lain(Yayasan Lembaga konsumen)
Proyek busway diperkenalkan pertama kali di Jakarta pada Januari 2004, dengan selesai dibangunnya route (koridor) satu dan akan berlanjut sampai koridor lima belas tahun tahun 2010. Walaupun dihadapkan kepada beberapa masalah, busway telah memberikan dampak yang cukup positif, tidak saja dari sisi perhubungan tetapi juga dari sisi yang lain. Dampak tersebut antara lain memudahkan akses dari daerah pinggir ke pusat kota, mempersingkat waktu tempuh, meningkatkan keamanan transportasi, memperbaiki kedisiplinan menggunakan jalan, dan mempromosikan kebiasaan berjalan kaki. Selain itu busway yang diminati hampir semua kalangan, secara bertahap telah mengubah pola transportasi dan kehidupan masyarakat, seperti munculnya pola park-ride and kiss-ride, dan memacu perkembangan di daerah di sepanjang koridor dan, serta mulai terjadinya penyebaran pusat-pusat kegiatan masyarakat terutama kegiatan bisnis.
Akan tetapi pengoperasian busway ini masih belum memberikan keuntungan secara finansial. Walaupun telah mengalami break event point dalam pengoperasian koridor satu, tetapi pengoporasian koridor dua dan koridor yang lain membutuhkan biaya yang sangat besar. Biaya operasional untuk koridor dua dan selanjutnya melebihi 2 dolar amerika / km, harga ini lebih mahal dari rata-rata harga internasional di beberapa negara sebesar 1 dolar Amerika / km.
Kompensasinya adalah tarif busway menjadi lebih mahal dan subsidi yang harus ditanggung pemerintah menjadi lebih banyak. Kelemahan finansial ini juga diperberat oleh jumlah pengguna busway yang masih belum optimal untuk mampu mendukung pengoperasian sistem ini secara berkelanjutan.
Salah satu kebijakan untuk dapat mengatasi hal ini adalah land consolidation, di mana jumlah penduduk di sepanjang koridor harus lebih dipadatkan. Hal ini dapat dilakukan dengan mendirikan apartemen berlantai banyak dan didukung oleh sarana-sarana pendukung seperti pusat perbelanjaan, bank, kantor pos, rumah sakit dan daerah hijau. Sehingga mengundang minat orang-orang tinggal di sekitar koridor. Dengan jumlah pengguna yang lebih padat, biaya yang dikeluarkan setiap pengguna akan menjadi lebih murah.
Secara langsung ataupun tidak, dengan pengembangan busway ini memberikan dampak yang cukup positif dalam menstimulasi pemerataan kegiatan perekonomian di wilayah Jakarta dan sekitarnya, pengembangan kota menjadi lebih human friendly, lebih ramah lingkungan dan lebih kompak.
Perkembangan penduduk dan peningkatan jumlah kendaraan bermotor secara langsung memberikan dampak yang buruk terhadap kondisi transportasi di wilayah DKI. Kepadatan lalu-lintas dan kemacetan sudah menjadi masalah yang harus dihadapi setiap harinya. Meskipun pemerintah telah berusaha membangun ruas jalan baru, dan ruas tol dalam kota, akan tetapi kebijakan ini tidak mampu mengatasi berbagai masalah kemacetan karena laju kenaikan jumlah kendaraan jauh lebih besar dibandingkan laju pertambahan ruas jalan.
Pemerintah yang didukung oleh berbagai bantuan luar negeri telah melakukan berbagai studi dalam mengatasi masalah transportasi ini semenjak 1974. Akan tetapi sebagian besar dari studi tersebut, terutama pada tahun-tahun awal tidak menghasilkan implementasi yang baik dan tidak sanggup memecahkan masalah yang ada. Namun, beberapa proyek pengembangan sistem transportasi beberapa tahun terakhir telah memberikan beberapa pencapaian dan diharapkan berbagai kebijakan dapat mendukung terciptanya sistem transportasi yang sustainable di wilayah DKI Jakarta.
Diantara kebijakan-kebijakan yang telah diterapkan untuk menciptakan system transportasi yang berkelanjutan antara lain adanya RTRW Jakarta yang mengatur tata ruang wilayah DKI yang meliputi pengaturan tata ruang untuk sentra bisnis, sentra pemukiman, wilayah industri dan wilayah hijau, yang secara langsung membentuk pola kebijakan transportasi. Kebijakan lain adalah Pola Transportasi Makro. Dalam pola transportasi makro ini, tercakup empat sarana transportasi yang terintergrasi yaitu busway, monorail, Mass Rapid Transit (MRT- kereta listrik) dan angkutan sungai. Pola transportasi makro ini juga mencakup pembangunan jaringan jalan dan jalur transportasi ke wilayah penyangga
Untuk BRT (Busway), pengembanguan dilakukan dengan membangun jaringan yang terbagi atas 15 route (koridor) sampai tahun 2010. Sedangkan untuk monorail, akan dikembangkan 2 jalur yang akan diselesaikan tahun 2020. Kelemahan yang dimiliki monorail adalah kecepatan tempuh yang lebih rendah dibanding MRT, tetapi relatif cukup mudah dalam pengembangannya melihat kondisi kota saat ini. Selanjutnya pembangunan MRT dilakukan dengan pengembangan jaringan kereta api yang sudah ada, yang menghubungkan seluruh wilayah Jakarta dan wilayah menyangga. Disamping itu, angkutan sungai juga dikembangkan dengan pemanfaatan beberapa sungai di wilyah DKI yang semuanya terhubung dengan baik.
Masalah lain yang berkaitan dengan transportasi yang perlu ditangani segera adalah urban air quality. Sekitar 79% penyebab polusi udara saat ini berasal dari sektor transportasi. Dalam penanganannya, tidak terdapat kooordinasi yang baik antara departemen yang terkait. Untuk mengatasi hal perlu ditindaklanjuti dengan koordinasi dan kebijakan yang lebih terpadu di lintas sektoral.
Selain itu kereta api juga merupakan salah satu solusi yang memungkinkan untuk mengurangi kemacetan di Indonesia. Namun demikian, untuk membangun dan mengembangkan sistem kereta api dan transportasi darat yang baik diperlukan cara pandang baru yaitu siklus transportasi berkelanjutan. Hal ini tentunya bukan hanya akan mempertimbangkan sisi transportasi saja namun juga sisi sosial, ekonomi dan lingkungan. Sinergi dari beberapa sisi inilah yang akan menghasilkan inovasi di bidang kereta api dan transportasi.
Menurut Ibrahim aji solusi untuk menumbuhkan etika transportasi di Indonesia antara lain:
1.      Peningkatan Pengawasan
Hukum bersifat memaksa dan berunsur perintah dan larangan. Selama pemerintah tidak tegas maka hukum tidak akan bisa tegak. Pihak yang berwenang wajib mengawasi dengan ketat pergerakan transportasi. Hal ini serius jika ingin berubah.
2.      Sosialisasi UU Transportasi
Masyarakat mungkin tidak tahu dan mungkin tidak mau tahu tentang UU ini. Pdahal UU sangat penting diketahui masyarakat. Seperti UU no. 22 tentang LLAJ diperlukan sosialisasi agar masyarakat mengetahui dan menjalankan apa isi ketentuan di dalamnya.
3.      Peningkatan (perbaikan) Moral
Hal ini lebih bersifat indifidu, meski begitu hal ini yang lebih berpengarih terhadap perubahan. Peran serta tokoh masyarakat, sekolah dan perguruan tinggi dalam mengajarkan dan membimbing sangat di butuhkan.

Solusi di Negara – Negara yang mungkin dapat di terapkan di negara Indonesia agar masalah Transportasi dapat di slesaikan :
Ø  Trem di Jerman
Trem atau lengkapnya Trem Kota termasuk termasuk kategori Light Rail Train (LRT) yang memiliki rel khusus di dalam kota. Jam keberangkatannya biyasanya berselang waktu 5 – 10 menit. Rangkaian trem umumnya satu set (dua kereta) karena harus menyesuaikan dengan keadaan lingkungan jalan kota yang tidak boleh terlalu panjang. Namun bisa saja dua set atau 4 kereta (HRT- Heavy Rail Transit). Disebut light rail karena memakai kerata ringan sekitar 20 ton seperti bus, tidak seberat kereta apai yang 40 ton. Letak rel terbaur dengan lalu lintas kota, atau terpisah seperti busway, bahkan bisa pula yang (elevated0 atau subway, hanya untuk sebagian lintasan saja.
Beberapa keunggulan LRT adalah dapat dibuat oleh pabrik karoseri bus, dapat berbaur dengan lalu lintas kota, dapat berbelok dengan radius kecil atau tajam (sekitar 15 meter sehingga dapat menyelusuri bangunan tua pusat kota, sedangkan HRT minimum dengan radius 150 meter), mampu mengangkut 80.000 penumpang per jam, bandingkan dengan HRT 140.000 penumpang perjam, monorel 40.000 penumpang perjam, sedangkan busway hanya 25.000 penumpang per jam.
Ø  LRT di Spanyol
Kereta api ringan dikenal juga sebagai Light Rail Train (LRT) banyak digunakan di berbagai negara eropa dan telah telah mengalami modernisasi, antara lain dengan otomatisasi, sehingga dapat di oprasikan tanpa masinis, bisa beroprasi di lintasan khusus, penggunaan lantai yang rendah (sekitar 30cm) yang disebut low floor ltr untuk mempermudah naik turun penumpang.
Kereta api ringan dapat dibagi menjadi dua jenis. Pertama, kereta apai ringan di jalan atau disebut juga LRT I, beroprasi di jalan bersama dengan lalu lintas kendaraan, tipe ini membutuhkan percepatan dan perlambatan mendekati performansi kendaraan bermotor. Kapasitas sekitar 10.000 smpai 30.000 penumpang/ jam kecepatan perjalanan sekitar 15 sampai 20 km/jam. Kedua, kereta api ringan di jalur eksklusif atau disebut juga LRT II beroprasi di lintasan eksklusif, sehingga mempunyai keunggulan daya angkut yang lebih besar antara 25.000 sampai 40.000 penumpang /jam, kecepatan sekitar 25 sampai 35 km/jam
Ø  MRT di Singapura
Transportasi Cepat Massal (mass Rapid Transit, disingkat MRT) adalah sistem angkutan cepat berbentuk rel. sistem transportasi umum ini sangat populer di singapura selain jaringan bus dan merupakan sistem tertua ke dua di asia tenggara setelah manila. MRT pertam kali dibuka pada tahun 1987 dengan jalur antara yio chu kang dan toa payoh. Stasiun –stasiunnya berada si bawah tanah maupunpermukaan tanah. Penumpangnya mencapai 1.564 juta setiap harinya pada tahun 2007/2008, di bandingkan dengan 2.969 juta yang menggunakan bus.
Ø  Subway di Jepang
Subway  dikenal sebagai kerata bawah tanah. Namun, saat ini MRT ataupun LRT sudah digabung penggunaannya. Karena ada LRT/MRT yang berada di bawah tanah, ada juga yang memiliki jalur khusus di atas tanah.
Ø  Monorel di Malaysia
Mono rail adalah sebual metro atau rel dengan jalur yang terdiri dari rel tunggal, berlainan dengan rel tradisional yang memiliki dua rel paralel. Akibatnya kereta lebih lebar dari pada relnya. Biyasanya rel tersebut dari beton dan roda kretanya terbuat dari karet sehingga tidak sebising kereta konvensional.
Sampai saat ini terdapat dua jenis monorail, yaitu tipe straddle-beam kereta berjalan di atas rel dan tipe suspended dimana kereta bergantung dan berada di bawah rel. kelebihan monorail adalah membutuhkan ruang yang kecil baik ruang vertikal atau horizontal. Lebar yang diperlukan adalah selebar kereta dan karean di buat di atas jalan, hanya membutuhkan ruang untuk tiap penyangga, tidak bising karena menggunakan roda karet yang berjalan di beton, bisa menanjak, menurun, dan berbelok lebih cepatdibanding kereta biasa, lebih aman karena memegang rel, resiko terguling jauh lebih kecil, resiko menabrak pejalan kakipun sangat minim, lebuh murah untuk di bandingkan dan dirawat dibanding kereta bawah tanah.
Kekurangan, di banding dengan kereta bawah tanah, monorelmerasa lebih memakan tempat, dalam keadaan darurat penumpang tidak dapat langsung d evakuasi karena tidak ada jalan keluar kecuali di stasiun.
Solusi yang dapat saya berikan adalah :
1.      Memberikan kenyamanan bagi para pejalan kaki. Dengan memberikan trotoar yang nyaman dan aman.
2.      Meningkatkan transportasi umum baik kenyamanan, keamanan dan jumlah moda transportsi umum agar ketika terjadi lonjakn penumpang tidak ada yang merasakan kepenatan di dalam kendaraan umum. Dan agar dapat lebih memilih angkutan umum di banding angkutan pribadi.
3.      Menggunakan sistem yang tegas bagi pengendara mobil pribadi, agar menggunakan mobil pribadi dengan jumlah orng minimal 3 orang. Apabila melanggar maka akan mendapat sangsi yang tegas.
4.      Mengurangi jumlah npengendara sepeda motor dengan cara membatasi kepemilikan sepeda motor.
Kesimpulan :
Masalah transportasi di Indonesia merupakan masalah yang sangat sulit di selesaikan. Masalah itu termasuk masalah kemacetandan masalah polusi udara. Aspek yang ada di dalam sistem transportasi, mulai dari perencanaan sistem transportasi, model transportasi, sarana, pola aliran lalu linlas, jenis mesin kendaraan dan bahan bakar yang digunakan berdasarkan prinsip hemat energi dan berwawasan lingkungan juga harus diprioritaskan bagi masalah transportasi. Masalah ini memiliki sebuah solusi yaitu memprioritaskan angkutan umum, tapi angkutan umum di Indonesia masih memiliki dampak negatis seperti kurangnya kenyamanan, keamanan, dan ketertiban, dan juga kurangnya jumlah moda transportasi umum. Hal ini membuat masyarakat menjadi kurang nyaman menggunakan angkutan umum. Seharusnya pemerintah menambah jumlah moda angkutan umum dan memberikan kenyamanan dalam masalah angkutan umum. Seperti contoh adanya busway di jakarta. Amgkutan umum ini merupakan angkutan yang nyaman. Selain itu solusi yang diberikan untuk masalah kemacetan adalah mengurangi jumlah sepeda motor yang sekarang ini termasuk kendaraan yang paling banyak di Negara Indonesia dan juga termasuk salah satu kendaraan yang membuat kemacetan dan polusi.